Selasa, 10 Maret 2020

KETERANGAN RINGKAS AL QUR’AN ( SURAT QOOF )




SURAT QOOF

بسم الله الرحمن الرحيم


ق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ (1)


1. Qaaf, demi Al Quran yang sangat mulia.


            Alloh Y bersumpah dengan Al-Qur’an yang mulia dan agung, yang diturunkan dari sisi Alloh Y, yang tidak mengandung kebatilan sedikitpun.


 بَلْ عَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ فَقَالَ الْكَافِرُونَ هَذَا شَيْءٌ عَجِيبٌ (2)


2. (mereka tidak menerimanya) bahkan mereka tercengang karena telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dari (kalangan) mereka sendiri, maka berkatalah orang-orang kafir :”Ini adalah suatu yang amat ajaib”.


            Yaitu orang-orang kafir merasa aneh akan diutusnya seorang Rosul dari kalangan manusia sebagai pemberi peringatan kepada mereka.

 أَإِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا ذَلِكَ رَجْعٌ بَعِيدٌ (3)



3. Apakah kami setelah mati dan setelah menjadi tanah (kami akan kembali lagi) ?, itu adalah suatu pengembalian yang tidak mungkin.


            Orang-orang kafir merasa aneh juga akan terjadinya hari kebangkitan sehingga mereka mengatakan: “Kalau kita mati dan tubuh sudah hancur dan kita sudah menjadi tanah, apakah mungkin kita akan dibangkitkan kembali, maka tidak mungkin kebangkitan itu akan terjadi.”

 قَدْ عَلِمْنَا مَا تَنْقُصُ الْأَرْضُ مِنْهُمْ وَعِنْدَنَا كِتَابٌ حَفِيظٌ (4)



4. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang dihancurkan oleh bumi dari (tubuh-tubuh) mereka, dan pada sisi Kamipun ada kitab yang memelihara (mencatat).


            Yaitu : Sungguh Alloh Y telah mengetahui bahwa bumi telah menghancurkan tubuh mereka dan ke manakah dan menjadi apakah tubuh yang hancur itu, sesungguhnya di sisi Alloh Y ada kitab yang mencatat hal itu semua

 بَلْ كَذَّبُوا بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُمْ فَهُمْ فِي أَمْرٍ مَرِيجٍ (5)



5. sebenarnya, mereka telah mendustakan kebenaran tatkala kebenaran itu datang kepada mereka, maka mereka berada dalam keadaan kacau balau.


            Demikianlah keadaan orang yang keluar dari jalur kebenaran, maka bagaimanapun mereka bicara ucapan mereka itu akan batil.

 أَفَلَمْ يَنْظُرُوا إِلَى السَّمَاءِ فَوْقَهُمْ كَيْفَ بَنَيْنَاهَا وَزَيَّنَّاهَا وَمَا لَهَا مِنْ فُرُوجٍ (6)


6. Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun ?


            Alloh Y mengkhabarkan kepada hamba akan sempurnanya kemampuan Alloh Y, sebagai perhatian untuk mereka bahwa penciptaan langit yang besar dengan bentuk yang sangat kokoh yang telah dihiasi dengan bintang-bintang itu lebih agung dan menakjubkan, maka kenapa mereka harus merasa heran dan menganggap tidak mungkin akan terjadinya hari kebangkitan, padahal itu lebih mudah di sisi Alloh Y.

 وَالْأَرْضَ مَدَدْنَاهَا وَأَلْقَيْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ (7)



7. dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata,


            Begitu juga dengan penciptaan bumi dalam bentuk terhampar dan luas, kemudian diletakkan gunung-gunung agar bumi itu tidak goncang, dan ditumbuhkan padanya segala jenis tumbuhan yang indah dipandang mata.

 تَبْصِرَةً وَذِكْرَى لِكُلِّ عَبْدٍ مُنِيبٍ (8)



8. untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Alloh).


            Dengan meyaksikan penciptaan langit dan bumi dan yang ada di antara keduanya dari tanda-tanda kebesaran Alloh Y, itu merupakan bukti dan peringatan bagi hamba yang tunduk, takut dan kembali kepada Alloh Y.

 وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا فَأَنْبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ (9)



9. dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun dan biji-biji tanaman yang diketam, 


وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَهَا طَلْعٌ نَضِيدٌ (10)



10. dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun- susun,


 رِزْقًا لِلْعِبَادِ وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا كَذَلِكَ الْخُرُوجُ (11)



11. untuk menjadi rezki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan.


            Alloh Y memisalkan hari kebangkitan itu dengan tanah yang tandus yang tidak dapat menumbuhkan tanaman, kemudian ketika air hujan turun membasahi tanah tersebut, maka tanah itu menjadi subur kembali dan menumbuhkan tanaman-tanaman yang indah dipandang mata. Ini menunjukkan bahwa Alloh Y mampu membangkitkan setelah kematian, tanah yang tandus saja dapat disuburkan kembali oleh Alloh Y, maka makhluk yang sudah hancurpun dapat dihidupkan kembali oleh Alloh Y karena hal itu lebih mudah di sisi Alloh Y.


كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ وَأَصْحَابُ الرَّسِّ وَثَمُودُ (12)



12. sebelum mereka telah mendustakan (pula) kaum Nuh dan penduduk Ross dan Tsamud,


            Alloh Y mengancam kaum kafir Quroisy yang telah mendustakan Rosululloh r, dengan menyebutkan bagaimana akibat yang dialami oleh para kaum sebelum mereka ketika mereka mendustakan nabi Alloh Y. Alloh Y hancurkan mereka dengan menurunkan azab yang pedih kepada mereka. Seperti kaumnya Nuh r yang telah ditenggelamkan Alloh Y dalam banjir yang sangat besar, demikian juga Alloh Y hancurkan penduduk negeri Ross, demikian pula dengan kaum Tsamud yang telah ditimpa bencana gempa bumi.


 وَعَادٌ وَفِرْعَوْنُ وَإِخْوَانُ لُوطٍ (13)



13. dan kaum Aad, kaum Fir’aun dan kaum Luth,


            Demikian juga dengan kaum ‘Aad yang telah dihancurkan Alloh Y dengan angin topan, begitu pula dengan kaum Luth kaum Sodom yang telah dihancurkan Alloh Y dengan hujan batu.


 وَأَصْحَابُ الْأَيْكَةِ وَقَوْمُ تُبَّعٍ كُلٌّ كَذَّبَ الرُّسُلَ فَحَقَّ وَعِيدِ (14)



14. dan penduduk Aikah serta kaum Tubba’ semuanya telah mendustakan Rasul- Rasul Maka sudah semestinyalah mereka mendapat hukuman yang sudah diancamkan.


            Begitu juga yang dialami oleh penduduk Al-Aikah yaitu kaumnya Syu’aib r, Alloh Y hancurkan mereka dengan gempa bumi, dan kaum Tubba’ yaitu kaum Saba’ di negeri Yaman yang telah dihancurkan Alloh Y  dengan banjir besar akibat runtuhnya bendungan Ma’rib. Semua kaum ini telah mendustakan Rosul Alloh Y, dan barangsiapa mendustakan seorang Rosul maka dia telah mendustakan semua Rosul. Maka mereka berhak mendapatkan azab yang telah diancamkan Alloh Y kepada mereka. Maka berhati-hatilah orang-orang yang mendustakan Rosul akan menimpa mereka azab yang pedih sebagaimana telah menimpa para ummat sebelum mereka,


 أَفَعَيِينَا بِالْخَلْقِ الْأَوَّلِ بَلْ هُمْ فِي لَبْسٍ مِنْ خَلْقٍ جَدِيدٍ (15)



15. Maka apakah Kami letih dengan penciptaan yang pertama? Sebenarnya mereka dalam keadaan ragu-ragu tentang penciptaan yang baru.


            Apakah penciptaan pertama itu membuat kami lemah sehingga mereka ragu bisa dibangkitkan kembali di hari kebangkitan?! Kalau penciptaan pertama saja tidak melemahkan kami maka membangkitkan makhluk itu lebih mudah bagi kami.


وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ (16)

16. dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh jiwanya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,


            Alloh Y mengkhabarkan bahwa Alloh Y itu sang pencipta dan mengetahui segala sesuatu, sampai bisikan hati manusiapun baik dan buruknya Alloh Y mengetahuinya. Rosululloh r bersabda dalam hadits Abu Huroiroh t:


إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ تَجَاوَزَ لِأُمَّتِي عَمَّا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا، مَا لَمْ تَعْمَلْ، أَوْ تَكَلَّمْ بِهِ



“Sesungguhnya Alloh Y memaafkan ummatku dari apa yang dibisikkan oleh jiwanya, selama tidak mengamalkannya atau mengucapkannya”. HR. Bukhori Muslim.


            Dan makna firman Alloh Y: “Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” yang dimaksud dengan kalimat kami adalah malaikat-Nya, maka maknanya adalah: malaikat Alloh Y lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya dengan izin Alloh Y, bukan maknanya Alloh Y menyatu atau menempati dalam diri makhluknya, sesungguhnya Alloh Y tidak menyatu atau menempat di makhluknya, ayat ini seperti firman Alloh Y yang tercantum dalam surat Al-Waqi’ah ayat 85:


وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَكِنْ لَا تُبْصِرُونَ

“dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. tetapi kamu tidak melihat”


 إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ (17)



17. (yaitu) ketika dua orang Malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri([36]).

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ (18)



18. tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir.


            Tidak seorangpun mengucapkan suatu ucapan melainkan ada malaikat yang mengawasinya dengan mencatat ucapannya, baik ataupun buruknya. Dikatakan oleh ulama': malaikat yang di sebelah kanan mencatat amal baiknya sedangkan yang di sebelah kiri mencatat amal buruknya.


            Ulama’ berselisih yang apakah yang dicatat itu semua ucapan, ataukah hanya ucapan yang memiliki balasan baik ataupun buruk? Yang dipilih oleh Ibnu Katsir adalah yang pertama, yaitu semua ucapan berdasarkan keumuman ayat tadi.


وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ (19)



19. dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.


            Sekerat maut yang selalu kamu hindari benar-benar datang menjemputmu. Ayat ini menunjukkan bahwa maut itu diringi dengan sekarat, sebagaimana Rosululloh r bersabda dalam hadits Aisyah t :

لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ



” LAA ILAHA ILLALLOH sesungguhnya maut itu memiliki sekarat”. HR. Bukhori

وَنُفِخَ فِي الصُّورِ ذَلِكَ يَوْمُ الْوَعِيدِ (20)



20. dan ditiuplah sangkakala([37]). Itulah hari terlaksananya ancaman.

وَجَاءَتْ كُلُّ نَفْسٍ مَعَهَا سَائِقٌ وَشَهِيدٌ (21)



21. dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia seorang Malaikat penggiring dan seorang Malaikat penyaksi.


            Yaitu malaikat yang menggiringnya kepadang mahsyar dan malaikat yang memberi persaksian atas amalannya.

لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَذَا فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ (22)



22. Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan darimu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.

            Yaitu setiap jiwa itu lalai dari hari kebangkitan ini, maka ketika mereka telah menyaksikan hari kiamat itu, barulah mereka sadar dan penglihatan merekapun melihatnya dengan pandangan tajam dan kuat, karena setiap orang di hari itu akan jelas baginya perkara ini, sampai orang kafirpun mustaqim ketika itu, namun istiqomah mereka tidak lagi memberi manfaat kepada mereka.


وَقَالَ قَرِينُهُ هَذَا مَا لَدَيَّ عَتِيدٌ (23)



23. dan yang menyertai dia berkata : “Inilah (catatan amalnya) yang tersedia pada sisiku”.


            Yaitu malaikat yang diberi tugas untuk mencatat amalan manusia akan memberikan persaksian, catatan amalan itu akan dihadirkan tanpa ada tambahan dan pengurangan.


أَلْقِيَا فِي جَهَنَّمَ كُلَّ كَفَّارٍ عَنِيدٍ (24



24. Alloh berfirman : “Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka semua orang yang sangat ingkar dan menentang,


            Maka ketika manusia sudah dibangkitkan diakherat, maka tegaklah hari perhitungan, dan Alloh Y menetapkan hukum kepada makhluk sesuai dengan keadilannya, maka hukuman bagi orang yang kafir yang mendustakan dan menentang kebenaran adalah neraka Jahannam. Dan yang diperintah oleh Alloh Y untuk melemparkan orang-orang kafir kedalam neraka Jahannam dalam ayat ini adalah dua malaikat yaitu setelah malaikat menyeretnya ke lapangan perhitungan dan malaikat yang menjadi saksi telah memberikan persaksian atas amalan dan ingkarnya, maka Alloh Y perintah kedua malaikat itu untuk melemparkan orang kafir tersebut kedalam Jahannam.

مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ مُرِيبٍ (25)



25. yang sangat menghalangi kebajikan, melanggar batas lagi ragu-ragu,


            Orang kafir tersebut tidak menunaikan hak-hak yang wajib dia tunaikan, melampaui batas dalam mengeluarkan hartanya dan ragu-ragu dalam urusannya.


 الَّذِي جَعَلَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ فَأَلْقِيَاهُ فِي الْعَذَابِ الشَّدِيدِ (26)



26. yang menyembah sembahan yang lain beserta Alloh, maka lemparkanlah dia ke dalam siksaan yang sangat keras”.


            Dan orang kafir tersebut mempersekutukan Alloh Y dengan yang yang lain, maka hukuman bagi orang tersebut adalah siksa yang pedih.


 قَالَ قَرِينُهُ رَبَّنَا مَا أَطْغَيْتُهُ وَلَكِنْ كَانَ فِي ضَلَالٍ بَعِيدٍ (27)



27. Qorin (yang menyertai) dia berkata (pula): “Ya Tuhan Kami, aku tidak menyesatkannya tetapi Dialah yang berada dalam kesesatan yang jauh”.


            Qorinnya adalah syetan([38]), maka ketika telah terjadi hari perhitungan, syetan itu ingin berlepas diri dari perbuatannya menyesatkan manusia, maka diapun berkata bahwa dia tidak menyesatkan orang kafir itu, akan tetapi dia sendiri yang menyesatkan dirinya dan menerima kebathilan dan menentang kebenaran. Seperti dalam firman Alloh Y :


وَقَالَ الشَّيْطَانُ لَمَّا قُضِيَ الْأَمْرُ إِنَّ اللَّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيْكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلَّا أَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي فَلَا تَلُومُونِي وَلُومُوا أَنْفُسَكُمْ مَا أَنَا بِمُصْرِخِكُمْ وَمَا أَنْتُمْ بِمُصْرِخِيَّ إِنِّي كَفَرْتُ بِمَا أَشْرَكْتُمُونِ مِنْ قَبْلُ إِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ


22. dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: “Sesungguhnya Alloh telah menjanjikan kepada kalian janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepada kalian tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadap kalian, melainkan (sekedar) aku menyeru kalian lalu kalian mematuhi seruan kalian, oleh sebab itu janganlah kalian mencerca aku akan tetapi cercalah diri kalian sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolong kalian dan kalianpun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatan kalian mempersekutukan aku (dengan Alloh) sejak dahulu”. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih. QS. Ibrohim : 22.


 قَالَ لَا تَخْتَصِمُوا لَدَيَّ وَقَدْ قَدَّمْتُ إِلَيْكُمْ بِالْوَعِيدِ (28)



28. Alloh berfirman : “Janganlah kamu bertengkar di hadapan-Ku, Padahal sesungguhnya aku dahulu telah memberikan ancaman kepada kalian”.


            Di hari kiamat nanti, manusia akan bertengkar dengan qorinnya (syetan yang menyesatkannya) di hadapan Alloh Y, manusia mengatakan bahwa qorinnya itulah yang telah menyesatkannya, maka qorinnyapun berlepas diri dan mengatakan: “Ya Tuhan Kami, aku tidak menyesatkannya tetapi Dialah yang berada dalam kesesatan yang jauh”. Maka Alloh Y berkata kepada mereka: “Janganlah kalian bertengkar di hadapan-Ku, padahal sesungguhnya aku dahulu telah memberikan ancaman kepada kalian” Yaitu memberi peringatan melalui lisan para Rosul, dan telah menurunkan kitab dan telah menegakkan hujjah, maka tidak ada lagi udzur bagi mereka.

 مَا يُبَدَّلُ الْقَوْلُ لَدَيَّ وَمَا أَنَا بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ (29)



29. keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku


            Yaitu Alloh Y tidak menganiaya hamba-Nya dengan mengazabnya karena dosa orang lain, tetapi Alloh Y mengazabnya dengan sebab dosanya sendiri setelah ditegakkan hujjah atasnya.


 يَوْمَ نَقُولُ لِجَهَنَّمَ هَلِ امْتَلَأْتِ وَتَقُولُ هَلْ مِنْ مَزِيدٍ (30)



30. (dan ingatlah akan) hari (yang pada hari itu) Kami bertanya kepada Jahannam : “Apakah kamu sudah penuh?” Dia menjawab : “Masih ada tambahan?”


            Maka di hari kiamat nanti Alloh Y akan berbicara dengan Jahannam dan Alloh Y bertanya kepadanya: “Apakah kamu sudah penuh?”, karena Alloh Y menjanjikan akan memenuhi Jahannam dengan jin dan manusia, maka Jahannam pun menjawab ” Apakah masih ada tambahan?”, maka Alloh Y meletakkan telapak kakinya ke dalam Jahannam, barulah Jahannam mengatakan “cukup”, sebagaimana dalam hadits Abu Huroiroh t bahwa Rosululloh t bersabda :

يُقَالُ لِجَهَنَّمَ: هَلِ امْتَلَأْتِ، وَتَقُولُ هَلْ مِنْ مَزِيدٍ، فَيَضَعُ الرَّبُّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَدَمَهُ عَلَيْهَا، فَتَقُولُ: قَطْ قَطْ


“Dikatakan kepada Jahannam: “Apakah kamu sudah penuh?” Jahannam menjawab: “Apakah ada tambahan?” Maka Alloh Y meletakkan telapak kaki-Nya ke dalamnya, maka Jahannam berkata: “Cukup, cukup”([39]). HR Bukhori. Dan diriwayatkan juga dari hadits Anas t,


 وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ غَيْرَ بَعِيدٍ (31)



31. dan didekatkanlah syurga itu kepada orang-orang yang bertaqwa, tiada jauh.


            Pada hari kiamat syurga akan didekatkan kepada orang-orang yang bertaqwa, dan firman Alloh Y “Tiada jauh” yaitu perkara itu bukan sesuatu yang jauh kemungkinannya terjadi, karena hal itu pasti terjadi.

 هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظٍ (32)



32. Inilah yang dijanjikan kepada kalian, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Alloh) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya)


مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ (33)


33. (yaitu) orang yang takut kepada Ar-Rohman (Alloh yang Maha Pemurah) sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat,


            Yaitu orang yang tetap takut kepada Alloh Y walaupun dalam keadaan yang tersembunyi yang tidak ada yang melihatnya kecuali Alloh Y, dan bertemu dengan Alloh Y di hari kiamat dengan hati selamat dan tunduk kepadanya.


 ادْخُلُوهَا بِسَلَامٍ ذَلِكَ يَوْمُ الْخُلُودِ (34)


34. masukilah syurga itu dengan aman, Itulah hari kekekalan.

            Masukilah syurga itu dengan aman dari azab Alloh Y, dan malaikat bersalam kepadanya, itulah hari kekekalan, mereka kekal di dalam syurga tidak akan keluar darinya dan tidak pula mati selama-lamanya.

لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ (35)



 35. mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya.


            Yaitu apa saja yang diinginkan oleh mereka di dalam syurga, mereka akan mendapatkannya. Dan Firman Alloh Y “Dan pada sisi Kami ada tambahannya”, yang dimaksud dengan tambahan adalah penduduk syurga akan melihat Alloh Y. Sebagaimana dalam hadits Shuhaib t:


إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ، قَالَ: يَقُولُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ؟ فَيَقُولُونَ: أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا؟ أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ، وَتُنَجِّنَا مِنَ النَّارِ؟ قَالَ: فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ، فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ 




“Apabila penduduk syurga telah masuk syurga, Alloh Y bertanya : “Apakah kalian ingin sesuatu aku tambahkan untuk kalian?” Maka mereka menjawab : “Bukankah Engkau telah telah memutihkan wajah kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam syurga dan menyelamatkan kami dari neraka?” Maka Alloh Y menyingkap penutupnya, maka mereka tidak diberi sesuatu yang lebih mereka sukai daripada melihat Robb mereka([40]).” HR. Muslim.


وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْنٍ هُمْ أَشَدُّ مِنْهُمْ بَطْشًا فَنَقَّبُوا فِي الْبِلَادِ هَلْ مِنْ مَحِيصٍ (36)



36. dan berapa banyaknya umat-umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka yang mereka itu lebih besar kekuatannya daripada mereka ini, maka mereka (yang telah dibinasakan itu) telah pernah menjelajah di beberapa negeri. Adakah (mereka) mendapat tempat lari (dari kebinasaan)?


            Para ummat sebelum mereka ini telah banyak dibinasakan oleh Alloh Y karena mereka mendustakan para Rosul, padahal para ummat itu lebih kuat dan telah menjelajahi dan memakmurkan bumi, namun ketika datang azab Alloh Y apakah kekuatan yang mereka miliki itu dapat menyelamatkan mereka dari azabNya?! Maka kalian juga para pendusta Rosul r, kalian juga tidak akan dapat lari dan menyelamatkan dari azab Alloh Y.

إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ (37)


37. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang Dia menyaksikannya.


            Sesungguhnya hal itu menjadi pelajaran bagi orang yang berakal dan dan menggunakan pendengarannya untuk mendengarkan peringatan sehingga dia memahaminya.


وَلَقَدْ خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَمَا مَسَّنَا مِنْ لُغُوبٍ (38)


38. dan Sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan.


            Alloh Y telah menciptakan langit dan bumi dan yang ada antara keduanya dalam enam hari, yaitu hari ahad sampai hari jum’at sebagaimana dalam hadits. Maka berkatalah orang-orang yahudi bahwa Alloh Y istirahat di hari sabtu karena lelah setelah menciptakan keduanya dalam enam hari, dan mereka menamai hari sabtu itu dengan hari beristirahat, maka Alloh Y bantah kedustaan mereka ini dengan ucapannya “Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan”.

 فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ (39)



39. Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah dengan memuji Robbmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya).

            Yaitu bersabarlah terhadap perkataan orang-orang yang mendustakan. Dan yang dimaksud dengan tasbih sebelum terbit dan sebelum tenggelamnya matahari adalah solat di dua waktu ini, Yaitu solat subuh dan solat asar. Berdasarkan hadits Jarir bin Abdillah t bahwa Rosululloh r bersabda :


«إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا لاَ تُضَامُونَ فِي رُؤْيَتِهِ، فَإِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ لاَ تُغْلَبُوا عَلَى صَلاَةٍ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا، فَافْعَلُوا»، ثُمَّ قَرَأَ: ﴿وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الغُرُوبِ



“Sesungguhnya kalian akan melihat Robb kalian sebagaimana kalian melihat (bulan purnama) ini kalian tidak berdesak-desakan untuk melihatnya, dan jika kalian mampu untuk tidak dikalahkan (lalaikan) dari solat sebelum terbit matahari dan sebelum tenggelamnya maka lakukanlah, kemudian beliau membaca ayat ini ( yang artinya) ” dan bertasbihlah dengan memuji Robbmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam”. HR Bukhori Muslim


 وَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَأَدْبَارَ السُّجُودِ (40)



40. dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai sembahyang.

            Yaitu solat tahajjudlah kamu di malam hari sebagaimana dalam firman Alloh Y :
 


وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا


79. dan pada sebahagian malam hari solat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Robb-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji. QS. Al-Isro’ : 79.


            Dan bertasbihlah (dzikir) kamu setelah solat, seperti dalam hadits Abu Huroiroh t Rosululloh r bersabda :

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «أَفَلَا أُعَلِّمُكُمْ شَيْئًا تُدْرِكُونَ بِهِ مَنْ سَبَقَكُمْ وَتَسْبِقُونَ بِهِ مَنْ بَعْدَكُمْ؟ وَلَا يَكُونُ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِنْكُمْ إِلَّا مَنْ صَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعْتُمْ» قَالُوا: بَلَى، يَا رَسُولُ اللهِ قَالَ: «تُسَبِّحُونَ، وَتُكَبِّرُونَ، وَتَحْمَدُونَ، دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ مَرَّةً»


“Maukah kalian aku ajari sesuatu yang dengannya itu kalian bisa mendapati (mengejar) orang yang telah mendahului kalian dan dengannya itu kalian mendahului orang yang setelah kalian, dan tidak seorangpun lebih baik dari kalian kecuali yang melakukan seperti yang kalian lakukan?, Mereka menjawab “tentu saja wahai Rosululloh”, maka Rosululloh r berkata: “Kalian bertasbih dan bertakbir, dan bertahmid selesai solat sebanyak 33 kali”. HR. Muslim


 وَاسْتَمِعْ يَوْمَ يُنَادِ الْمُنَادِ مِنْ مَكَانٍ قَرِيبٍ (41)

41. dan dengarkanlah (seruan) pada hari penyeru (malaikat) menyeru dari tempat yang dekat.

 يَوْمَ يَسْمَعُونَ الصَّيْحَةَ بِالْحَقِّ ذَلِكَ يَوْمُ الْخُرُوجِ (42)



42. (yaitu) pada hari mereka mendengar teriakan dengan sebenar-benarnya Itulah hari ke luar (dari kubur)

 Yaitu pada hari ketika mereka mendengar tiupan sangkakala yang kedua dan itulah hari kebangkitan


 إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي وَنُمِيتُ وَإِلَيْنَا الْمَصِيرُ (43)



43. Sesungguhnya Kami menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada Kami-lah tempat kembali (semua makhluk).


            Allohlah yang menciptakan makhluk dari permulaan kemudian akan menghidupkannya kembali dan itu mudah bagi-Nya, dan semua makhluk akan kembali kepadanya dan dibalas sesuai dengan amalannya, jika amal baik maka balasannya baik pula, dan jika amal buruk maka balasannya buruk pula.


يَوْمَ تَشَقَّقُ الْأَرْضُ عَنْهُمْ سِرَاعًا ذَلِكَ حَشْرٌ عَلَيْنَا يَسِيرٌ (44)



44. (yaitu) pada hari bumi terbelah-belah menampakkan mereka (lalu mereka ke luar) dengan cepat. yang demikian itu adalah pengumpulan yang mudah bagi kami

            Yaitu Alloh Y akan menurunkan hujan dari langit, kemudian dengan hujan itu jasad para makhluk akan tumbuh di dalam kubur seperti tumbuhnya benih tanaman ditanah, dan ketika jasad-jasad itu telah tumbuh dengan sempurna, maka Alloh Y perintahkan Isrofil untuk meniup sangkakala yang kedua, dan setiap roh kembali kejasadnya dan bumi terbelah menmpakkan mereka, maka merekapun keluar dengan cepat menuju ke tempat perhitungan, menunaikan perintah Alloh Y. Dan yang paling pertama diperlihatkan oleh bumi adalah Rosululloh r, sebagaimana dalam hadits Abu Sa’id Al-khudri t Rosululloh r bersabda :


فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ تَنْشَقُّ عَنْهُ الأَرْضُ

” Maka akulah yang pertama diperlihatkan oleh bumi”. HR. Bukhori


نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَقُولُونَ وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِجَبَّارٍ فَذَكِّرْ بِالْقُرْآنِ مَنْ يَخَافُ وَعِيدِ (45)



45. Kami lebih mengetahui tentang apa yang mereka katakan, dan kamu sekali- kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka. Maka beri peringatanlah dengan Al Quran orang yang takut dengan ancaman-Ku.

            Kami mengetahui perkataan kaum musyrikin dalam mendustakanmu, dan kamu sekali-kali tidak bisa memaksa mereka untuk mendapat petunjuk, maka sampaikanlah risalah Robbmu, sesungguhnya yang dapat mengambil pelajaran hanyalah yang takut kepada Alloh Y dan ancamannya dan mengharapkan janjinya.

Selesailah tafsir ringkas dari juz 26 ini dengan pertolongan Alloh ta’ala semata.





([1]) Ayat ini merupakan salah satu dalil yang menunjukkan bahwa Alloh itu di atas langit, karena lafadz turun menunjukkan dari atas. Selain itu ayat ini juga menunjukkan tauhid asma’ wasifat (nama dan sifat-sifat Alloh ), kerena Alloh telah menamai diri-Nya dengan Al-Aziz yang mengandung sifat keperkasaan, dan Al-Hakim yang mengandung sifat hikmah dalam ucapan dan perbuatan.


([2])ulama’ berselisih tentang bilangan ulul azmi ini, dan pendapat yang masyhur ulul azmi itu hanya lima Rosul yaitu Nuh r, Ibrohimr, Musar, Isar, Muhammad r. Adapun pendapat syekh Muhammad bin Hizam, maka semua Rosul adalah ulul azmi kecuali Adam r karena Alloh berfirman:
وَلَقَدْ عَهِدْنَا إِلَى آدَمَ مِنْ قَبْلُ فَنَسِيَ وَلَمْ نَجِدْ لَهُ عَزْمًا




115. dan Sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, Maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.
 Dan pendapat ini kuat menurut kami karena semua Rosul itu memiliki keteguhan hati dalam ujian.

([3]) Diriwayatkan imam Tirmidzi no 1663, dari jalan Baqiyyah bin Walid dari Buhair bin Sa’d dari Kholid bin Ma’dan dari Miqdam bin Ma’dikarib. Baqiyyah Mudallis tadlis syuyukh, dan jika dia meriwayatkan dari rowi tsiqoh yang ma’ruf dan dia tidak berbuat tadlis maka haditsnya dihukumi jayyid (bagus) dan itu jika dia meriwayatkan dari penduduk Syam seperti Buhairoh dan Muhammad bin Ziyad dan yang lainnya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Rojab dalam Ilal. Dan dalam sanad ini dia meriwayatkan dari Buhairoh (penduduk Syam) namun dia memakai lafadz ‘an yang menunjukan dia berbuat tadlis, namun dia tidak bersendirian dalam riwayatnya, dia diikuti (mutaba’ah) oleh Ismail bin Ayyasy dari Buhairoh. Sebagaimana dalam Sunan Ibnu Majah dan Musnad Ahmad.
Ismail bin Ayyasy riwayatnya sohih jika dia meriwayatkan dari penduduk Syam, jika dari selain penduduk Syam maka riwayatnya lemah, dan dalam sanad ini dia meriwayatkan dari penduduk Syam yaitu Buhairoh, maka riwayatnya sohih.
Kesimpulannya sanad hadits ini sohih, akan tetapi terjadi ittirob (kegoncangan /perbedaan lafadz) dalam matan hadits yang timbul dari Ismail bin Ayyasy, sehingga sebagian ulama’ melemahkan hadits ini,adapun Imam Albani maka beliau telah menjelaskan bahwa hadits ini selamat dari ittirob sebagaimana dalam kitabnya “As-Sohihah” no. 3213.
Dan sebatas pengetahuan kami ittirob disini  masih ringan karena hanya tambahan keutamaan yang tercantum dalam hadits sehingga berbeda bilangan, sehingga riwayat Ismail bin Ayyasy masih terkuatkan dengan riwayat Baqiyyah, lebih-lebih Imam Albani menjelaskan bahwa hadits ini selamat dari ittirob, sehingga kami lebih condong dengan pendapat yang mensohihkan hadits ini, walaupun hati masih sedikit ragu karena adanya lafadz dinikahkan dengan 72 bidadari surga, sementara dalam hadits-hadits yang sohih tidak menyebutkan bilangan ini, Allohu a’lam. Lihat tahqiq Musnad Ahmad.


([4]) Diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam Musnadnya no. 17783 dan semua rowinya tsiqoh kecuali Abdurrohman bin Tsabit bin tsauban ulama’ berselisih tentangnya, ada yang menstiqohkan dan ada yang mendhoifkan, dan yang dzohir bagi kami dia tidak turun dari hasanul hadits namun terjadi beberapa kekeliruan dalam periwayatannya sehingga dia menyelisihi para rowi yang tsiqoh, karena itu alhafidz mengatakan dia itu soduq yukhti’, dan Abdurrohman ini memiliki beberapa hadits yang diingkari yang dia riwayatkan lewat jalan ayahnya dari Makhul, dan hadits ini dia riwayatkan lewat jalan ini, sedangkan dia tidak punya mutabi’ (yang menguatkannya dalam periwayatan ini) maka tafarrudnya (kesendiriannya dalam riwayat) tidak dapat diterima, maka jalan ini dhoif, namun hadits terangkat menjadi hasan dengan hadits Miuqdam tadi. Allohu a’lam.


([5]) Yaitu ketika matahari terbit dari barat

([6]) Hadits ini diriwayatkan dari dua jalan:
Jalan pertama dari Ibnu Lahi’ah dari Darroj dari Abul Haitsam dari Abu Sa’id Al-Khudri, diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam Musnadnya no 11743, jalan ini punya dua penyakit, yang pertama Ibnu Lahi’ah dho’if, namun dia diikuti oleh Amr bin Harits dari Darroj sebagaimana dalam riwayat Hakim dalam Mustadroknya no 7672. Penyakit yang kedua adalah Darroj karena periwayatannya dari Abul Haitsam dari Abu Sa’id dho’if sebgaimana dalam Tahdzib.
Jalan kedua :dari Laits bin Sa’ad dari Yazid bin Al-Had dari Amr dari Abu Sa’id. Jalan ini semua rowinya tsiqoh, akan tetapi jalan ini terputus (mungqoti’) karena Amr – dia adalah bin Abu Amr sebagaimana dalam Mu’jam Ausath dan Hilyah- tidak punya riwayat dari sahabat kecuali dari Anas, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Albani dalam Sohihah.
                Imam Albani memandang bahwa dengan dua jalan ini hadits terangkat menjadi hasan. Namun yang zhohir bagi kami hadits tidak terangkat menjadi hasan karena kami memilih pendapat bahwa mungqoti’ tidak dapat dijadikan penguat, sedangkan Imam Albani berpendapat bahwa mungqoti’ dapat dijadikan penguat, Allohu A’lam. Namun Hadits ini memiliki penguat secara makna dari Al-Qur’an tentang kisah iblis yang berjanji akan menyesatkan manusia seperti dalam surat Al-An’am ayat 16-17 dan Al-Hijr ayat 39, dan hadits Abu Huroiroh (hadits Qudsi):


أذنب عبد ذنبا فقال اللهم اغفر لي ذنبي فقال تبارك وتعالى أذنب عبدي ذنبا فعلم أن له ربا يغفر الذنب ويأخذ بالذنب ثم عاد فأذنب فقال أي رب اغفر لي ذنبي فقال تبارك وتعالى عبدي أذنب ذنبا فعلم أن له ربا يغفر الذنب ويأخذ بالذنب ثم عاد فأذنب فقال أي رب اغفر لي ذنبي فقال تبارك وتعالى أذنب عبدي ذنبا فعلم أن له ربا يغفر الذنب ويأخذ بالذنب اعمل ما شئت فقد غفرت لك



“ Seorang hamba berbuat dosa kemudian berkata “ ya Alloh ampunilah dosaku”, maka Alloh berkata “ hambaku telah berbuat dosa dan mengetahui bahwa dia punya Robb yang mengampuni dosa dan membalas dosa”, kemudian dia kembali berbuat dosa dan berkata “ ya Alloh ampunilah dosaku”, maka Alloh berkata “ hambaku telah berbuat dosa dan mengetahui bahwa dia punya Robb yang mengampuni dosa dan membalas dosa”, kemudian dia kembali berbuat dosa dan berkata “ ya Alloh ampunilah dosaku”, maka Alloh berkata “ hambaku telah berbuat dosa dan mengetahui bahwa dia punya Robb yang mengampuni dosa dan membalas dosa, maka berbuatlah sekehendakmu sesungguhnya Aku telah mengampunimu”. HR. Bukhori Muslim dan ini lafadz Muslim.

Maka tidak diingkari bagi yang menghasankan hadits tadi, Allohu A’lam.


([7])  Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya dari jalan Hisyam dari Urwah dari Rosululloh r. Urwah tidak mendapati Rosululloh r, dengan demikian maka haditsnya mursal.
Hadits ini memiliki syahid (penguat) dari haditsnya Sahl bin Sa’d t, disebutkan oleh Adz-Dzahabi dalam Mizan I’tidal dalam biografi Miqdam bin Dawud, dari jalan Miqdam dari Dzu’aib bin Umamah dari Abdul Aziz bin Abu Hazim dari ayahnya dari Sahl bin Sa’d. Miqdam dikatakan oleh Nasa’i “laisa bi tsiqoh” dan berkata Ibnu Yunus “takallamu fiih” maka ini adalah jarh syadid (celaan keras), dan Dzu’aib didho’ifkan oleh Imam Daroquthni. Maka hadits ini dho’if tidak bisa terangkat menjadi Hasan, Allohu A’lam.


([8]) Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya, dan Baihaqi dalam kitab Dala’ilin Nubuwwah dari jalan Sufyan dan Salamah dari Iyadh bin Iyadh dari ayahnya dari Abu Mas’ud t. Iyadh bin Iyadh tarjamahnya disebutkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam Jarh Wat-Ta’dil memiliki dua orang murid dan beliau tidak menyebutkan jarh tidak pula ta’dil, maka dia majhul hal, dan ayahnya juga tidak diketahui siapa dia, maka jalan ini dho’if, lihat Majma’ AZ-Zawa’id. Dan diriwayatkan juga dari hadits Ibnu Abbas semkana hadits ini, diriwayatkan oleh Imam Thobroni dalam Mu’jam Ausath dan beliau mengatakan “tidak ada yang meriwayatkan dari As-Suddy melainkan Asbath bin Nasr”, Asbath bin Nasr diperselisihkan, dan dikatakan oleh Ibnu hajar ‘soduq katsirul khoto’, maka tafarrudnya tidak dapat diterima (dhoif), dan dalam sanad juga terdapat Husain bin Amr bin Muhammad Al-Anqory “dhoif” lihat kitab Jarh Wat-Ta’dil dan Majma’ Az-Zawa’id 7/77 cetakan Darul kutub.


([9]) Demikian pula firman Alloh :
وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ
 
 “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, Padahal belum nyata bagi Alloh orang-orang yang berjihad di antaramu.” QS Alu Imron :42 dan At-Taubah :16.


([10])  Disebutkan oleh Ibnu Katsir dari jalan Abu Qudamah dari Waki’ dari Abu Ja’far Ar-Rozy dari Robi’ bin Anas dari Abul Aliyyah. Jalan ini lemah karena Abul Aliyyah adalah Tabiin maka haditsnya mursal, dan Abu Ja’far Ar-Rozi yang dia do’if sebgaimana yang dirojihkan oleh syekh Ibnu Hizam –semoga Alloh menjaganya-.


([11]) Disebutkan Ibnu Katsir dari jalan Abdulloh bin Mubarok dari Bukair bin Ma’ruf dari Muqotil bin Hayyan dari Nafi’ dari Ibnu Umar. Bukair bin Ma’ruf dikatakan oleh Ibnu Hjar “soduq fiihi lin” maka jalan ini dho’if.


([12]) Diriwayatkan oleh Imam Thobari dalam tafsirnya dan Ibnu Hibban dan Imam baghowy dalam Syarah Sunnah dan Tohawy dalam Musykil Al- Atsar dan Thobroni dalam Mu’jam Ausath, semua dari jalan Muslim bin Kholid dari Ala’ bin Abdurrohman dari ayahnya dari Abu Huroiroh t. Muslim bin kholid dikatakan oleh Imam Albani dalam As-Sohihah no 1017 “dia dhoif dari segi hafalannya. Maka hadits ini dhoif. Adapun sabda Rosululloh “seandainya agama itu di sisi Tsuroyya (nama bintang) maka para lelaki Faris (Persia) yang akan meraihnya” ini adalah hadits sohih tanpa ada penyebutan ayat ini. Allohu A’lam.


([13]) Demikianlah keyakinan ahlu sunnah, bahwa iman itu bertambah dan berkurang, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan, dan ayat ini merupakan salah satu dalil bahwa iman itu bisa bertambah. Demikian pula sebaliknya, iman itu bisa berkurang, sebagaimana dalam hadits


من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه ومن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان

Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka rubahlah kemungkaran itu dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya. HR Muslim
                Segi pendalilan : dalam hadits ini Rosululloh r menjelaskan adanya iman yang paling lemah, bagi yang tidak mampu mengingkari dengan tangan ataupun lisan maka imannya lemah, hal itu menunjukkan bahwa imannya berkurang.
Dan hadits Abu Huroiroh t 
الإيمان بضع وستون شعبة فأفضلها قول لا إله إلا الله وأدناها إماطة الأذى عن الطريق والحياء شعبة من الإيمان

“ Iman itu memiliki cabang sebanyak 60 lebih, yang paling afdholnya adalah ucapan laa ilaha illoh dan yang paling rendahnya adalah menyingkirkan rintangan dari jalan, dan rasa malu adalah cabang dari iman” HR. Muslim.
 Hadits ini menunjukkan bahwa iman itu bertingkat-tingkat, ada tingkatan yang paling afdhol dan ada yang paling rendah, jika seseorang keimanannya berada dalam tingkatan yang paling rendah maka menunjukkan imannya berkurang. Dan semua dalil bertambahnya iman merupakan dalil bahwa iman bisa berkurang, karena jika iman itu bertambah menunjukkan sebelumnya berkurang.

([14]) Diriwayatkan Imam Ahmad dengan sanad berdasarkan syarat syeikhoin (Al Bukhoriy dan Muslim). Yaitu: rowinya rowi Al Bukhoriy dan Muslim, dan rowi tersebut memang telah mendengar dari rowi yang di atasnya, sebagaimana ditetapkan oleh keduanya Al Bukhoriy dan Muslim.


([15])  Ayat ini berisi gabungan hak Alloh dan hak Rosul-Nya.
                Syaikhul Islam رحمه الله berkata: ta’zir adalah pertolongan, pemuliaan dan dukungan. Dan Alloh ta’ala berfirman:
 


﴿إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا لِتُؤْمِنُوا بِالله وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا [ الفتح : 8، 9 ]،

“Sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi, pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, agar kalian (wahai Mukminin) beriman pada Alloh dan Rosul-Nya, dan kalian menghormati beliau dan memuliakan beliau, dan kalian mensucikan-Nya pada waktu pagi dan petang.”
                Maka ini - dan kalian menghormati beliau dan memuliakan beliau – adalah hak Rosul, kemudian Alloh berfirman tentang hak Alloh ta’ala: “dan kalian mensucikan-Nya pada waktu pagi dan petang.
(“Majmu’ul Fatawa”/1/hal. 67).


([16]) Ayat ini berkaitan dengan tauhid asma’ wasshifat, sebagaimana dalam keyakinan Ahlu sunnah bahwa tauhid terbagi tiga, tauhid Rububiyyah, tauhid Uluhiyyah dan tauhid Asma’ Wasshifat. Tauhid Rububiyyah adalah mengesakan Alloh Y dalam perbuatannya, dan tauhid Uluhiyyah adalah mengesakan Alloh Y dalam peribadatan, dan Tauhid Asma’ Wasshifat adalah mengesakan Alloh Y dalam nama dan sifat-sifatnya. Mengesakan Alloh Y dalam nama dan sifatnya adalah dengan menetapkan nama dan sifat-sifat tersebut sebagaimana Alloh Y telah menetapkannya, dan meyakini maknanya sesuai dengan lafadznya tanpa memalingkan makna tersebut kepada makna yang lain, dan meyakini bahwa nama dan sifat-sifat tersebut tidaklah sama dengan sifat makhluk sehingga tidak menyamakan sifat Alloh Y dengan sifat makhluk. Seperti dalam ayat ini, Alloh Y telah menetapkan bahwa tangan Alloh Y berada di atas tangan-tangan mereka, menunjukkan bahwa Alloh Y memiliki tangan, akan tetapi tangannya Alloh Y tidaklah sama dengan tangannya makhluk, dan kita tidak mengetahui bentuk tangan Alloh Y karena kita tidak pernah menyaksikannya tidak pula Alloh Y mengkhabarkan bentuknya. Dengan demikian kewajiban kita adalah mengimaninya sesuai dengan makna lafadz tersebut. Dan tidak boleh bagi kita untuk memalingkan makna tangan kepada makna yang lain seperti yang dilakukan oleh sebagian penerjemah dengan ucapannya ” Jadi maksud tangan Alloh di atas mereka ialah untuk menyatakan bahwa berjanji dengan Rasulullah sama dengan berjanji dengan Alloh. Jadi seakan-akan Alloh di atas tangan orang-orang yang berjanji itu. hendaklah diperhatikan bahwa Alloh Maha suci dari segala sifat-sifat yang menyerupai makhluknya”.Sesungguhnya ini adalah kekeliruan yang nyata, bagaimana dia bisa mengatakan bahwa Alloh Y seakan-akan di atas tangan mereka, tidak mungkin secara kenyataan tidak pula secara angan-angan. Alloh Y telah mengatakan bahwa tangan Alloh di atas tangan mereka, sedangkan dia mengatakan Alloh seakan-akan di atas tangan mereka, alangkah jauhnya ucapan ini dengan makna ayat di atas. Adapun jika dikatakan Alloh Y maha suci dari sifat-sifat yang menyerupai makhluknya maka ini adalah ucapan yang benar, namun dia keliru dalam menerapkannya, bukan berarti jika Alloh Y maha suci dari sifat yang menyerupai makhluk kemudian kita harus meniadakan sifat-sifat Alloh Y yang telah Ia tetapkan dalam Al-Qur’an. Alloh Y telah berfirman :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

11. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.
                Alloh  telah mengatakan tidak ada yang serupa dengannya, dan Dia juga yang mengatakan maha mendengar dan maha melihat, dan memiliki tangan. Makhluk juga melihat dan mendengar, apakah dengan itu kita tiadakan sifat melihat dan mendengar dari Alloh  supaya tidak sama dengan makhluk?, sedangkan Alloh  telah menetapkan sifat tersebut?! Tentu saja ini kekeliruan yang amat besar, bagaimana tidak, Alloh  telah menetapkannya dan kita meniadakannya. Maka jalan yang benar adalah kita katakan, Alloh Y maha mendengar dan maha melihat akan tetapi mendengar dan melihatnya Alloh Y tidaklah sama dengan makhluknya. Maka demikianlah dengan tangan, Alloh Y memiliki tangan dan tangan Alloh Y tidaklah sama dengan tangan makhluknya. Dengan demikian tidaklah sama Alloh Y dengan makhluknya. Berserikatnya Alloh Y dengan makhluk dalam suatu sifat tidak mengharuskan samanya sifat tersebut dan tidak mengharuskan samanya Alloh Y dengan makhluknya. coba kita cermati antara makhluk dengan makhluk, manusia punya tangan dan monyetpun punya tangan, apakah karena sama-sama punya tangan kemudian dikatakan tangannya manusia sama dengan tangannya monyet, atau dikatakan manusia itu sama dengan monyet karena sama-sama punya tangan?! Tentu kita katakan tidak sama, karena tangan monyet tidaklah sama dengan tangan manusia walaupun sama-sama punya tangan. Maka demikianlah Alloh Y, sesungguhnya tangan Alloh Y tidaklah sama dengan tangan makhluk sehingga dikatakan Alloh Y sama dengan makhluk, antara makhluk saja tidak sama lalu bagaimana dengan Alloh Y yang maha besar dan maha perkasa. Dika dzatnya Alloh Y tidaklah sama dengan makhluk walaupun sama-sama memiliki dzat, maka demikian juga sifatnya tidaklah sama dengan sifat makhluk walaupun sama-sama memiliki sifat. (baca kitab “At Tauhid” karya Al Imam Ibnu Khuzaimah).
Dan kita tidak boleh membayangkan bagaimana bentuknya tangan Alloh Y karena itu diluar kemampuan kita. Malaikat saja yang dia itu makhluk seperti kita, kita tidak bisa membayangkan bagaimana bentuk matanya, ataupun tangannya ataupun yang lainnya, padahal sama-sama makhluk, lalu bagaimana dengan Alloh  yang maha besar lagi maha perkasa?!
                Dan tangan Alloh  di atas tangan-tangan mereka tidak mengharuskan tangan Alloh  bercampur dan bersentuhan dengan tangan mereka, karena sesungguhnya Alloh  di atas mereka, maka tentu saja tangan Alloh  juga di atas mereka. Tapi penyebutan secara khusus dalam ayat ini menunjukkan besarnya perhatian Alloh terhadap bai’at mereka tadi dan agungnya ibadah mereka tadi, sampai-sampai Alloh ta’ala secara khusus menjadikan tangan-Nya ada di atas tangan-tangan mereka sekalipun tidak bersentuhan.
                Kesimpulannya: Alloh  memiliki tangan yang tidak sama dengan tangan makhluk dan tidak mengharuskan Alloh sama dengan makhluk.
Demikian pula dengan firman Alloh  :
 


وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنْفِقُ كَيْفَ يَشَاءُ

64. orang-orang Yahudi berkata: “Tangan Alloh terbelenggu”, sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dila’nat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (tidak demikian), tetapi kedua tangan Alloh terbentang; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. QS Al-Maidah : 64

Dalam  ayat ini Alloh  menceritakan tentang orang-orang yahudi yang mengatakan bahwa tangan Alloh  terbelenggu. Berarti Alloh  telah menetapkan Alloh  punya tangan yang telah diakui oleh orang-orang Yahudi, maka tidak mungkin makna tangan dipalingkan menjadi keinginan untuk memberi nikmat, karena jika dipalingkan menjadi keinginan memberi nikmat tentu maknanya rusak, karena tidak mungkin keinginan Alloh  itu dikatakan terbelenggu. Kemudian Alloh  mengatakan bahwa kedua tangannya terbentang, jika dikatakan yang dimaksud dengan tangan adalah keinginan memberi nikmat maka maknanya menjadi “ kedua keinginannya itu terbentang” apakah mungkin keinginan disifati dengan terbentang?! Dan apakah keinginan Alloh Y untuk memberi nikmat itu hanya terbatas pada dua?! Maka tidak mungkin “tangan” dimaknakan dengan yang lain. Harus dikembalikan kepada makna bahasa Arab yang murni dan asli, karena Al Qur’an turun dengan bahasa Arab yang jelas.
 Dan Alloh Y berfirman :
قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ

75. Alloh berfirman: “Hai iblis, Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) Termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?”. QS. Shod : 75.
Demikian juga dengan ayat ini Alloh  mengatakan bahwa Alloh  menciptakan Adam r dengan kedua tangannya, maka tidak mungkin dimaknakan dengan kedua kekuatannya, karena kekuatan Alloh  tidak terbatas hanya dua kekuatan. Dengan demikin orang-orang yang memalingkan sifat-sifat Alloh  kepada makna yang lain yang tidak ditunjukkan oleh lafadz tersebut berarti mereka telah terjerumus dalam kekeliruan yang besar yang telah menyesatkan mereka.
                Dan kedua tangan Alloh  kanan, sebagaimana dalam hadits Zuhair t bahwa Rosululloh r bersabda:


إن المقسطين عند الله على منابر من نور عن يمين الرحمن عز و جل وكلتا يديه يمين الذين يعدلون في حكمهم وأهليهم وما ولوا

“ Sesungguhnya orang-orang yang adil di sisi Alloh Y di atas mimbar-mimbar dari cahaya dari kanannya Alloh Y, dan kedua tangannya adalah kanan, (orang-orang yang adil itu adalah) yang berbuat adil dalam hukumnya dan keluarganya dan kekuasaannya.” HR. Muslim.
                Tidak boleh bagi kita membayangkan bagaimana bentuknya, kewajiban kita adalah mengimaninya sesuai dengan lafadz tersebut.


([17]) Hudaibiyyah adalah nama sumur, yang Rosululloh Y pernah meletakkan tangannya di air itu kemudian terpancarlah air dari jari-jemarinya, sehingga para sahabat yang ketika itu mereka sangat dahaga semuanya minum dari air tersebut hingga hilang dahaga mereka sedangkan jumlah mereka sekitar 1400 orang, sebagaimana yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim.


([18]) HR. Imam Ahmad dalam Musnadnya dengan sanad yang sohih.


([19])  Diriwayatkan oleh imam Ahmad dalm Musnadnya no 16800 dari jalan Zaid bin Hubaib dari Husain bin Al-Waqid dari Tsabit Al-Bunany dari Abdulloh bin Mughoffal t, kemudian Abdulloh bin Ahmad berkata : “dalam hadits ini Hammad bin Salamah mengatakan dari Tsabit dari Anas, sedangkan Husain bin Waqid mengatakan dari Abdulloh bin Mughoffal, dan inilah yang benar menurutku “.(selesai penukilan)
Para rowi hadits ini tsiqoh, kecuali Husain bin Waqid, dia diperselisihkan oleh para ulama’, namun yang tampak bagi kami dia hasanul hadits, sebagaimana dalam Tahrir Taqrib, maka hadits ini hasan.
Perkataan Abdulloh bin Ahmad di atas mengisyaratkan adanya perselisihan dalam hadits ini, yaitu Hammad bin salamah meriwayatkan dari Anas t sedangkan Husain bin Waqid dari Abdulloh bin Mughoffal t, dan beliau merojihkan bahwa yang benar adalah periwayatan Husain dari Tsabit dari Abdulloh bin Mughoffal t. Namun yang tampak bagi kami yang benar adalah periwayatan Hammad dari Tsabit dari Anas t, karena Hammad bin Salamah adalah orang yang paling kuat periwayatannya dari Tsabit,dan Tsabit adalah orang yang paling kuat riwayatnya dari Anas t sebagaimana dalam  Syarah Ilal Ibnu Rojab hal. 200, karena itu periwayatan Hammad dari Tsabit dari Anas t lebih kuat daripada periwayatannya Husain Bin Waqid, Allohu a’lam. Lihat tahqiq Musnad Ahmad. Namun perselisihan ini tidak merusak kesohihan hadits, karena sahabat semuanya adil.


([20]) Dhoif, diriwayatkan oleh Thobroni dalam kitab Ad-Du’a’ no. 1607 dan Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadrok no. 3717, dan Baihaqi dalam kitab Al-Asma’ Was-Shifat no. 197{maktabah Syamilah}, dalam sanad terdapat seorang periwayat bernama Abayah bin Rib’iy, dan dia ini dari golongan syi’ah, dikatakan oleh Abu Hatim dia itu “syekh”, maknanya haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah. Lihat Jarh wat-ta’dil milik Ibnu Abi Hatim dan Mizanul I’tidal.


([21]) Dhoif, diiriwayatkan Oleh Thobroni dalam Ad-Du’a’ no. 1612 dan Baihaqi dalam kitab Al-Asma’ Was-Shifat no. 198, Abdur Rozzaq dalam Mushonnaf no. 9798 {Maktabah Syamilah}, dalam sanad terdapat seorang rowi Yazid Abu Kholid muadzdzin Mekkah,tarjamahnya disebutkan dalam kitab Jarh Wat-Ta’dil, dan Abu Hatim tidak menyebutkan jarh tidak pula ta’dil, maka dia majhul.


([22])  Dhoif, diriwayatkan Thobroni dalam kitab Ad-Du’a’ no. 1611 dan Baihaqi dalam kitab Al-Asma’ Was-Shifat no. 199 {maktabah Syamilah}, dalam sanad terdapat Abdulloh bin Soleh katibul Laits dhoif.


([23])  Dhoif, diriwayatkan Thobroni dalam kitab Ad-Du’a’ no. 1613 {maktabah Syamilah}, dalam sanad terdapat ‘an’anah Ibnu Ishaq.


([24])  Dhoif, diriwayatkan Thobroni dalam kitab Ad-Du’a’ no. 1618 {maktabah Syamilah},  dalam sanad terdapat syekhnya Imam Thobroni yang bernama Ahmad bin Muhammad bin Yahya bin Hamzah Ad-Dimasyqy  dhoif. Lihat Lisanul Mizan 1/295 (no.885).


([25]) Sohih, diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab Hilyah dari jalan Muhammad bin Ahmad bin Al-Hasan dari Abdulloh bin Ahmad dari ayahnya dari Muhammad bin Ja’far dari Syu’bah dari Abu Ishaq dari Amr bin Maimun. Para rowinya tsiqoh, Muhammad bin Ja’far yang dikenal dengan Ghundar, dia termasuk orang yang paling kuat periwayatannya dari Syu’bah. Muhammad bin Ahmad bin Al-Hasan dia adalah Abu Ali bin Assowwaf yang dikenal dengan Ibnus Showwaf dia Tsiqoh sebagaimana dalam Tarikh Baghdad no. 140 { maktabah syamilah}.


([26])  Dhoif, diriwayatkan Thobroni dalam kitab Ad-Du’a’ no. 1621 {maktabah Syamilah}, dalam sanad terdapat Ibrohim bin Hakam bin Aban, sangat lemah, lihat Tahdzib.


([27])  Dhoif, diriwayatkan Thobroni dalam kitab Ad-Du’a’ no. 1620 {maktabah Syamilah}, dalam sanad terdapat Laits bin Abi Sulaim dhoif


([28])  Diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnad no. 21255 dan Tirmidzi no. 3265 dan Tobroni dalam Mu’jam Kabir no.536, dalam sanad terdapat Tsaur bin Abi Fakhitah dhoif dari golongan Rofidhoh, lihat AT-Tahdzib dan tahqiq Musnad Ahmad.
Diriwayatkan juga dari hadits Salamah bin Akwa’ t, diriwayatkan oleh Thobroni dalam kitab Ad-Du’a’ no. 1606 { maktabah syamilah},dalam sanad terdapat Musa bin Ubaidah Ar-Robadzy mungkarul hadits sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad, Abu Zur’ah dan Abu Hatim, lihat Tahdzib.


([29]) Yaitu tahun keenam yang ketika itu terjadi perdamaian Hudaibiyyah


([30]) Hikmah tersebut adalah untuk menyelamatkan kaum mu’minin yang menyembunyikan keimanannya di kota Mekkah sebagaimana yang telah lalu penjelasannya.


([31]) Ibnu Katsir mnyebutkan bahwa Imam Malik berdalil dengan ayat ini akan kafirnya Rofidhoh, karena mereka jengkel dan benci kepada sahabat, barang siapa yang membenci sahabat maka dia kafir. Rofidhoh bukan hanya membenci sahabat bahkan mereka mengkafirkan sahabat dan para ulama’ telah mengkafirkan mereka.


([32]) Berdasarkan ayat ini para ulama’ mengatakan bahwa berita yang dibawa oleh orang yang tsiqoh (terpercaya) adalah diterima tanpa diteliti terlebih dahulu, karena perintah untuk meneliti berita hanya pada berita yang dibawa oleh orang yang fasik.


([33]) Peperangan terhadap kaum muslimin merupakan dosa besar, namun Alloh Y masih menamai mereka yang terjerumus dalam dosa besar ini mereka itu masih termasuk orang beriman bukan orang kafir keluar dari islam, maka ayat ini merupakan dalil bahwa seorang muslim jika melakukan dosa besar maka dia masih tetap muslim dan tergolong dari orang beriman selama dosa itu bukan dosa kesyirikan, hanya saja keimanannya kurang dan tidak sempurna, Bukan seperti keyakinan orang-orang Khowarij yang mereka itu mengatakan bahwa barang siapa yang melakukan dosa besar maka dia kafir keluar dari islam dan akan kekal dineraka. Bukan pula seperti keyakinan Mu’tazilah yang mengatakan bahwa barang siapa yang melakukan dosa besar maka dia itu tidak muslim tidak pula kafir tapi di Akhirat dia akan kekal dineraka. Keyakinan mereka ini menyelisihi ayat ini, karena ayat ini sangat jelas menyatakan bahwa mereka itu masih tergolong dari kalangan orang beriman.


([34]) Ulama’ mengecualikan jika seseorang itu tidak dapat dibedakan atau diketahui kecuali dengan gelarnya, maka boleh menyebutkannya dengan gelarnya.


([35]) Kebanyakan ulama’ mengatakan, jalan tobatnya orang yang menghibah dia harus meninggalkan perbuatan itu dan berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi, kemudian apakah disyratkan harus meminta maaf kepada orang yang dia ghibahi? Ulama’ berselisih, namun sebagian ulama’ mengatakan tidak disyaratkan harus meminta maaf atas ghibahnya itu, karena kalau dia beritahukan, maka bisa jadi orang yang dia ghibahi itu akan lebih tersakiti lagi setelah tahu kalau dia itu dighibahi, maka jalan keluarnya bagi dia adalah cukup memberi pujian kepadanya dimajelis yang pernah dia menghibahinya dimajelis itu, dan membantah jika ada yang menghibahinya sesuai dengan kemampuannya.

([36]) Ayat ini mentafsirkan ayat tadi bahwa yang dimaksud dengan kami adalah malaikat Alloh Y, yaitu dua malaikat yang disebutkan dalam ayat ini.


([37]) Sangkakala ditiup dua tiupan, yang pertama di dunia ketika tegaknya hari kiamat, maka awal tiupan mengejutkan dan akhir tiupan mematikan semua makhluk, dan inilah yang dimaksud dalam dua firman Alloh Y
وَيَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَفَزِعَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ وَكُلٌّ أَتَوْهُ دَاخِرِينَ

“Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Alloh. Dan mereka semua datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri.” QS. An-Naml : 87

وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ

“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Alloh.” QS. Az-Zumar : 68
                Maka ketika itulah tegak hari kiamat, Alloh Y berfirman dalam surat Al-Haqqoh:
فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ نَفْخَةٌ وَاحِدَةٌ (13) وَحُمِلَتِ الْأَرْضُ وَالْجِبَالُ فَدُكَّتَا دَكَّةً وَاحِدَةً (14) فَيَوْمَئِذٍ وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ (15)

13. Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiupan
14. dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur.
15. Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat,
                Tiupan kedua adalah tiupan di hari kebangkitan, yaitu ketika manusia dibangkitkan kembali untuk ditegakkan hari perhitungan di akherat, dan inilah yang dimaksud dalam firman Alloh Y :
ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ

“Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri melihat (kedahsyatan hari kiamat).” QS. Az-Zumar : 68
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَإِذَا هُمْ مِنَ الْأَجْدَاثِ إِلَى رَبِّهِمْ يَنْسِلُونَ

“Dan ditiuplah sangkalala, maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka.” QS. Yasin : 51.
                Adapun hadits yang menyebutkan bahwa akan ada tiga kali tiupan yaitu tiupan untuk mengejutkan dan tiupan untuk mematikan dan tiupan untuk membangkitkan adalah hadits mungkar, lihat tafsir Ibnu Katsir dalam surat Al-An’am ayat 72.


([38])Maka ayat ini menunjukkan bahwa setiap orang memiliki Qorin (syetan yang menyertainya dan menggodanya), sebagaimana dalam Firman Alloh Y :


قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ إِنِّي كَانَ لِي قَرِينٌ




51. berkatalah salah seorang di antara mereka: “Sesungguhnya aku dahulu (di dunia) mempunyai qorin,

Dan Rosululoh r bersabda dalam hadits Ibnu Mas’ud t :
 


مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ، إِلَّا وَقَدْ وُكِّلَ بِهِ قَرِينُهُ مِنَ الْجِنِّ» قَالُوا: وَإِيَّاكَ؟ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: «وَإِيَّايَ، إِلَّا أَنَّ اللهَ أَعَانَنِي عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ، فَلَا يَأْمُرُنِي إِلَّا بِخَيْرٍ

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا وَقَدْ وُكِّلَ بِهِ قَرِينٌ مِنَ الْجِنِّ»، قَالُوا: وَإِيَّاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «وَإِيَّايَ، إِلَّا أَنَّ اللَّهَ أَعَانَنِي عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ، فَلَا يَأْمُرُنِي إِلَّا بِخَيْرٍ




” Tidak seorangpun dari kalian melainkan diserahkan dengannya qorinnya (yang menyertainya) dari kalangan jin, para sahabat bertanya ” Dan begitu juga denganmu wahai Rosululloh?, beliau menjawab ” dan aku juga, melainkan Alloh Y menolongku atasnya sehingga dia masuk islam, maka qorinku itu tidak menyuruhku kecuali dengan kebaikan”. HR. Muslim

Dan diriwayatkan juga dari hadits Ibnu Abbas t diriwayatkan oleh Ibnu Bisyron dalam kitab Amali no. 90 dan Abu Bakr Ahmad bin Marwan dalam kitab Al-Mujalasah no. 2289 {Syamilah}, dengan lafadz
{إِلَّا لَهُ قَرِينٌ مِنَ الشَّيَاطِينِ} semua periwayat dapat dijadikan hujjah Kecuali Qobus dia Dhoif.
Diriwayatkan juga dari hadits Al-Mughiroh bin Syu’bah, diriwayatkan Tobroni dalam Mu’jam Kabir, berkata Al-Haitsami dalam Majma’ Zawa’id 8/293 {Darul Kutub} : dalam sanad terdapat Abu Hammad Mufaddhol bin Sodaqoh dia dhoif.

Dua jalan yang dhoif ini terangkat menjadi sohih, karena asal haditsnya sohih yang telah diriwayatkan oleh imam Muslim,Allohu A’lam.

([39]) Ini sebagai dalil bahwa neraka nanti akan berbicara, dan ini bukan sesuatu yang mustahil, sesungguhnya Alloh Y maha mampu atas segalanya, sebagaimana Alloh Y mampu untuk menjadikan manusia dapat bicara, maka Alloh Y juga mampu untuk menjadikan Jahannam berbicara, bahkan Alloh Y Akan menjadikan kulit-kulit kita berbicara di hari kiamat untuk bersaksi sebagaimana dalam surat Fusshilat ayat 20-21.
Hadits ini juga sebagai dalil bahwa Alloh Y memiliki telapak kaki, namun tidak boleh diyakini bahwa telapak kaki Alloh Y serupa dengan makhluk ataupun diyakini berarti Alloh Y sama dengan makhluk karena makhluk juga punya telapak kaki, sesungguhnya Alloh Maha suci dari penyerupaan dengan makhluk, sesungguhnya telapak kaki Alloh Y sesuai dengan kebesaran dan keagungannya. Silahkan baca kembali catatan kaki disurat Al-Fath ayat 10 yang berkaitan dengan sifat-sifat Alloh Y.


([40]) Merupakan keyakinan ahlu sunnah bahwa  Alloh Y akan dilihat di hari kiamat, berdasarkan ayat dan hadits tadi, dan juga firman Alloh Y :


وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ (22) إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ (23)



22. Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.

23. kepada Tuhannyalah mereka melihat.


Dalam hadits Abu Huroiroh t :



هَلْ نَرَى رَبَّنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «هَلْ تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ؟» قَالُوا: لَا يَا رَسُولَ اللهِ، قَالَ: «هَلْ تُضَارُّونَ فِي الشَّمْسِ لَيْسَ دُونَهَا سَحَابٌ؟» قَالُوا: لَا يَا رَسُولَ اللهِ، قَالَ: ” فَإِنَّكُمْ تَرَوْنَهُ



“(para sahabat bertanya) : apakah kami akam melihat Robb kami di hari kiamat ?” Rosululloh r menjawab: “Apakah kalian sampai mencelakai yang lain ( karena desak-desakan) ketika melihat bulan di malam purnama?” Mereka menjawab : “Tidak wahai Rosululloh,” Rosululoh r berkata: “Apakah kalian sampai mencelakai yang lain (karena desak-desakan) ketika melihat matahari yang tidak terhalangi dengan awan?” mereka menjawab : “Tidak wahai Rosululloh,” Rosululoh r berkata: “Maka sesungguhnya kalian akan melihat Robb kalian.” HR. Muslim.


                Dan masih banyak dalil-dalil yang lain yang menunjukkan bahwa kaum mu’minin akan melihat Alloh Y di hari kiamat. Adapun di dunia maka sesungguhnya Alloh Y tidak dapat dilihat di dunia ini, sebagaimana Alloh Y berkata kepada Musa r :
وَلَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي
143. dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Robbnya telah berbicara (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau”. Alloh berfirman: “Kamu sekali-kali tidak akan melihat-Ku,


Yaitu tidak akan melihat-Nya di dunia ini.

                Kaum mu’minin melihat Alloh Y pada dua tempat, yang di padang mahsyar sebelum masuk syurga sebagaimana dalam hadits Abu Huroiroh t no. 299 dan hadits Abu Sa’id Al-Khudri no. 302 riwayat Muslim. Dan yang kedua di dalam syurga.


                Apakah orang-orang kafir juga melihat Alloh Y di padang mahsyar?, ulama’ berselisih, ada yang mengatakan melihat ada yang mengatakan tidak, dan pendapat yang kami pilih adalah orang kafir tidak melihat Alloh Y kecuali orang-orang munafiq, maka mereka melihat Alloh Y di padang mahsyar, berdasarkan hadits Abu Sa’id Al-khudri no. 302 riwayat Muslim, Allohu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar