Bismillahirrohmaanirrohiim….. Alhamdulillahirobbil
‘aalamiin, Washolatuwassalamu ala sayyidina wa mawlana Muhammadin Wa Ala Aalihi Washohbihi ajma’in. Amma ba’du. Tulisan ini adalah Hasil
dari pada Pengetahuan Saudara kita yang tidak mau disebutkan Namanya. Cukup
saya sebutkan dengan “Hamba Allah yang Fakir”. Dimana Beliau mendapatkan
Pengetahuan ini dari pada Karunia dan Anugrah Allah yang datang kepadanya
setelah melewati tahapan Ladunni. Dan tulisan ini diberi judul oleh Beliau
dengan Judul “SISI BATIN AL-QUR’AN” Semoga tulisan ini berman’faat untuk kita
semuanya yang berada di Pondok Pengembara Jiwa, dan Rahmat Allah beserta
saudara kita “Hamba Allah yang Fakir” dan juga beserta kita semuanya. Aamiin.
Kata Pengantar Assalammu’alaikum warohmatullahi wabarakaatuh Bismillah
irohmanirahim, Al Quran dibawa oleh malaikat Jibril dan ditanamkan ke- kalbu
Muhammad saw dalam bentuk batin yang hakiki dan di-sampaikan kepada umatnya
dalam bahasa Arab sampai menjadi bentuk tekstual berupa Kitab Al Quran yang
dapat dibaca dengan mata Zohir. Tetapi huruf,kata dan kalimat dalam bahasa
manusia tidak mampu mengungkapkan seluruh makna Al Quran . Melalui
firman-firman-Nya Allah menunjuk hati yang di dalam dada sebagai alat untuk
memahami. Ilmu hati (batin) yang saya maksud ini pada kenyataannya saat ini
sudah langka, yang banyak adalah bahasan-bahasan yang diberi judul tasawuf
sehingga terkesan ilmu yang begitu sulit dan eksklusif untuk kalangan tertentu
saja. Padahal ilmu hati ini me-rupakan komponen paling penting yang sebenarnya
berada dalam satu kesatuan dalam agama Islam yang dibawa oleh Muhammad
Rasulullah saw dilanjutkan oleh Ali bin Abi Thalib ra kemudian sampai ke Zainal
Abidin dan seterusnya. Rasulullah saw pernah bersabda: “kelak Islam hanya
tinggal nama dan ucapan dibibir saja” Gejalanya sudah muncul, contoh-nya, saat
ini berapa banyak umat Islam yang mengucapkan “bismillah” dan “la ilahaillah”
hanya sekedar dibibir saja tanpa memahami makna hakikinya apalagi
mengamalkannya. Kalimat yang begitu sakral telah diperlakukan sebagaimana
halnya mantera. Dengan izin Allah, saya memberanikan diri menulis makalah ini
untuk keluargaku dan teman-teman dekat. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya
atas mereka. Dengan dilandasi semangat mencari kebenaran bukan mencari -cari
pembenaran, semoga Allah meridhoi dan memilih kita ke dalam golongan yang
diberi petunjuk-Nya. Amiin ya Allah. Wassalamu’alaikum Warohmatullahi
Wabarokatuh Medan, 16 Januari 2005 Hamba Allah yang Fakir Bismillahirrohmaanirrohiim
Dalam pandangan orang-orang yang dikaruniai ilmu (Ulama) oleh Allah SWT, Al
Quran adalah Firman Ilahi yang terbuka dan tak terbatas. Tiap huruf, kata dan
kalimat yang terkandung di dalamnya memiliki makna yang bertingkat-tingkat lapis
demi lapis. Kitab Al Quran adalah kumpulan ayat, yakni tanda-tanda yang
menggambarkan hakikat yang sesungguhnya. Kata ayat di dalam Kitab Al Quran bisa
pula bermakna tanda-tanda yang terdapat di alam. Bila di dalam Kitab Al Quran
ayat berarti beberapa kalimat yang mempunyai maksud sebagai bagian dari surat,
maka di alam raya, ayat berarti fenomena yang menjadi tanda tentang Sang
Pencipta. Allah SWT berfirman: “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang
ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa
yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan
Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi
dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab
yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Al An’am:59) Sebagaimana tiap ciptaan memiliki
sisi tampak dan sisi tak tampak, ayat-ayat dalam Kitab Al Quran juga memiliki
sisi yang tampak dan tak tampak (sisi batin). Bahkan lebih dari itu, sebuah
hadis mengatakan bagwa Al Quran memiliki beberapa lapisan, setiap lapis
memiliki pintu menuju cakrawala yang tak terbatas. Dalam sebuah hadis dari Imam
Husain bin Ali bin Abi Thalib: “sesungguhnya Al Quran turun dalam empat bentuk
y.i: Ibarat (ungkapan tekstual) untuk orang awam,Isyarat(permisalan) untuk
orang khusus (khawas), Latha’if (makna-makna yang lembut) untuk para wali dan
Hakikat untuk para Nabi.” Hal demikian ini karena Al Quran merupakan
representasi tekstual dari lauh mahfuzd yang melambari seluruh penciptaan. Oleh
karena itu Ulama (orang-orang yang berilmu) memandang Al Quran sebagai
cakrawala yang luas, sebagaimana ilmuwan memandang alam ini. Contohnya, para
ilmuwan dapat mengetahui adanya medan magnet sebagai alam yang tak
tampak, bahkan mereka dapat memperkirakannya sebagai struktur yang saling
berhubungan dan saling mempengaruhi. Merujuk kepada ayat-ayat Al Quran, para
Ulama dengan ilmunya yang mendalam, melihat Al Quran sebagai sebuah semesta
makna yang tidak terbatas tetapi saling berhubungan. Medan makna yang
terkandung dalam Al Quran lebih luas daripada alam fisik, karena Al Quran juga
bicara tentang alam-alam lain diluar alam fisik. Lebih jauh, Al Quran membuka
cakrawala pemahaman dan pengetahuan yang belum tertampung oleh akal pikiran dan
imajinasi manusia. Untuk menghindari kerancuan dalam menafsirkan Al Quran,
seseorang harus menelisik dengan runtut pesan Al Quran secara keseluruhan.
Dengan perkataan lain, Al Quran harus dipandang sebagai suatu kesatuan yang
utuh. Memahami Al Quran secara sepotong-sepotong termasuk dalam perkara yang
dilarang oleh Al Quran itu sendiri. Allah SWT berfirman: “Sebagaimana (Kami
telah memberi peringatan), Kami telah menurunkan (azab) kepada orang-orang yang
membagi-bagi (Kitab Allah), (yaitu) orang-orang yang telah menjadikan Al Qur’an
itu terbagi-bagi.” (Al Hijr :90-91) SISI BATIN AL-QUR’AN Dalam kaitan dengan Al
Quran, Rasulullah bersabda: “Al Quran memiliki bentuk luar yang indah dan makna
batin yang kaya” Beliau juga bersabda: “Al Quran memiliki sisi batin dan sisi batin
itu memiliki tujuh lapis sisi batin.” Al Quran merupakan kumpulan ayat, dimana
sesuatu yang nyata tidaklah terpisahkan dari yang tak tampak, sehingga ketika
seseorang memahami yang tampak, maka ia mengetahui bahwa dia mulai memahami
bagian yang tak tampak. Jadi, dibalik deretan huruf dan rangkaian kata yang
dikandungnya, Al Quran menyimpan petunjuk-petunjuk dan makna-makna batin yang
tak terhingga. Allah berfirman : “Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an)
kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah
pokok-pokok isi Al Qur’an (jelas maksudnya) dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyabihat (sarat duga atau multi interpretatif). Adapun orang-orang yang
dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian
ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari
ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah dan
orang-orang yang mendalam ilmunya. Mereka berkata: “Kami beriman kepada
ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak
dapat mengambil pelajaran melainkan orang-orang yang berakal.” (Ali Imran: 7)
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini (ayat-ayat mutasyabihat) Kami buatkan untuk
manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (Al
Ankabut: 43) “Sebenarnya, Al Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata (terang
maknanya) di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu.(ulama) Dan tidak ada yang
mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim”.(Al Ankabut:49)
“Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang
lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa
perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang ingkar mengatakan:
“Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?” Dengan perumpamaan itu
banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak
orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali
orang-orang yang fasik,” (Al Baqarah: 26) Ayat-ayat mutasyabihat dalam Al Quran
memiliki ta’wil yang samar atau sarat-duga. Kalimat :
Bismillahirrohmaanirrohiim….. “Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi
Penyayang” Kalimat ini dapat ditangkap sebagai kalimat pernyataan tentang suatu
tindakan yang sedang dilakukannya. Kata “dengan” pada kalimat tersebut
menunjukkan bahwa orang itu melakukan sesuatu “dengan” Nama Allah sebagaimana
halnya dengan pernyataan: “Dengan kacamata ” maka kacamata adalah sesuatu yang
digunakan untuk dapat membaca. Dengan interpretasi yang lain, ada juga
penterjemah yang menambahkan kata “menyebut” diantara Bis dan Mi sehingga
bismillah diterjemahkan menjadi “Dengan Menyebut Nama Allah” bahkan ada yang
menterjemahkannya menjadi “Atas Nama Allah”. Beberapa terjemahan tadi
menunjukkan bahwa”Bismillah” juga tergolong mutasyabihat. Demikian juga dengan
ayat : Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan (Al Alaq: 1) Ini
menunjukkan bahwa Al Quran memiliki kemungkinan untuk dipahami secara luas dan
dalam . Bahkan mengapa surat yang pertamakali turun yakni Al Alaq ditempatkan
pada urutan ke 96 tentunya menjadikan urutan surat-surat dalam Al Quran juga
menjadi mutasyabihat. Kenyataannyalah bahwa sebagian besar ayat-ayat Al Quran,
bahkan urutan suratnya adalah mutasyabihat (sarat duga). Firman Allah terekam di
Al Quran dalam bentuk huruf dan kata, sementara tindakannya terungkap di alam
semesta dalam kejadian yang faktual. Antara kata dan kejadian ini terdapat
jalinan yang jelas bagi orang-orang yang berilmu. Itulah mengapa seorang hamba
tidak akan pernah menemukan pertentangan pada saat mencari pengetahuan tentang
alam melalui metedologi saintifik dan menerima pengetahuan tentang alam gaib
dari wahyu Al Quran. Bahkan dengan penuh keyakinan ia akan menyadari bahwa
dibalik tanda-tanda fisik terdapat makna-makna batin yang luas dan dalam,
sehingga ia akan senantiasa mencari petunjuk-petunjuk dari Al Quran dan Hadis
mengenai makna-makna itu. Kitab Al Quran adalah kitab yang menghimpun atau
merangkum seluruh pengetahuan, keinginan, kekuasaan dan perbuatan Allah. Perintah
untuk membaca (iqra) merupakan ajakan untuk memahami Al Quran, bukan sekedar
melafalkannya. Allah berulang-ulang menyebutkannya dalam Kitab Al Quran, dan
salah satu ayat-Firman-Nya : “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur’an
untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (Al Qamar: 17)
Lalu, bagaimana kita bisa memahami Al Quran secara mendalam dengan baik dan
benar sehingga tidak terkena ancaman Allah yang dinyatakan dalam firman-Nya :
“Adapun orang-orang yang dalam “hatinya condong kepada kesesatan“, maka mereka
mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan
untuk mencari-cari ta’wilnya,” (Al Imran 7). Pada ayat tersebut Allah
memberikan rambu pada kalimat: “dalam hatinya condong kepada kesesatan,” dan
“tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah dan orang-orang yang
mendalam ilmunya.” Kata-kata kunci pada dua kalimat di atas adalah : hati,
cenderung sesat dan ilmu yang mendalam. Dengan tidak mengesampingkan pentingnya
ilmu pengetahuan (obyektif-empiris) yang kita bina di dalam otak dengan cara
belajar di sekolah, di universitas agama dsb, yang sangat penting dalam
memahami ayat-ayat Allah sampai ke sisi batinnya, adalah ilmu hati yang
terletak di dalam dada. Hati dan otak adalah dua unsur materi sangat berbeda
baik dari segi materi, wilayah persepsi, fungsi dan dayanya. Penting untuk kita
sadari, bahwa kemampuan akal (otak) untuk memahami secara obyektif-empiris, ada
batasnya. Contohnya, untuk memahami dimana ujung batas dari alam semesta ini saja
akal tidak dapat menjangkaunya. Apalagi untuk secara langsung memahami sesuatu
yang batin. Kitab Al Quran ada menjelaskan bahwa dengan berpikir saja tidak
cukup untuk memahami Al Quran. Firman Allah : “Dan kebanyakan mereka tidak
mengikuti kecuali dengan persangkaan (pikirannya) saja. Sesungguhnya
persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (Yunus:36) Bahkan yang
sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan
ilmunya dan belum datang kepada mereka takwilnya (penjelasannya). “Demikianlah
orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan. Maka perhatikanlah bagaimana
akibat orang-orang yang zalim itu.” (Yunus: 39) Kedua ayat di atas Allah menujukkan
sesuatu yang batin harus dipahami dengan ilmu batin(hati) Karenanya, untuk
memahami Al Quran pada sisi batinnya, perlu masuk ketingkat persepsi yang lebih
tinggi. Bila alat yang bernama akal itu sudah tidak berdaya, maka selain akal,
alat apa lagi yang dapat kita pakai untuk memahami? Rasulullah bersabda: “Di
dalam dada, ada segumpal daging, yang bila baik itu daging maka baiklah semua
amal perbuatannya, bila buruk, maka buruklah amal perbuatannya itulah kalbu.”
(segumpal daging yang dimaksud = jantung/heart).” Allah menjelaskan melalui
Firman²-Nya : “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka
mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga
yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu
yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (Al Hajj: 46) “Dan
sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami
(ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga
(tetapi) tidak digunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu
sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai (hatinya lalai dari ingat Allah).” (Al Araaf :179) “Dan
kamu sekali-kali tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta
(mata hatinya) dari kesesatannya. Dan kamu tidak dapat memperdengarkan melainkan
kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat/tanda-tanda Kami, mereka
itulah orang-orang yang berserah diri (kepada Kami).” (Ar Ruum: 53) Dari firman
Allah di atas dapat kita simpulkan bahwa Hati yang terletak di dalam dada
memiliki sesuatu untuk memahami sisi batin Al Quran. Sesuatu itu diterangkan
Allah sebagai mata hati. Pada ayat-ayat di atas Allah telah menunjuk hati
sebagai pusat kesadaran manusia, bukan pikirannya. Jadi Islam mendahulukan hati
yang aktif, sebagai pusat kesadaran, menghasilkan ilham, kemudian dilanjutkan
dengan berpikir dengan akalnya. Nah, ilmu hati inilah yang harus dipelajari
dari sumber yang benar sehingga dapat melepaskan kita dari kesesatan dalam
memahami pesan-pesan Allah yang terekam dalam Kitab Al Quran. Tentang Al Quran
yang batin di terangkan Allah melalui ayat-ayat dalam Kitab Quran : “Tidaklah
Al Qur’an ini dibuat oleh selain Allah; yang membenarkan kitab-kitab yang
sebelumnya dan dan menerangkan Kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya (Kitab
Al Quran) dari Tuhan semesta alam.” (Yunus : 37) “Sebenarnya, Al Qur’an itu
adalah ayat-ayat yang nyata (terang maknanya) di dalam dada orang-orang yang
diberi ilmu.(ulama) Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali
orang-orang yang zalim”.(Al Ankabut:49) Al Quran yang batin ini menjadi furqan
membedakan (menunjukkan) yang haq (kebenaran) dan yang batil (salah). “Sebelum
(Kitab Al Qur’an), menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al
Furqaan. Sesungguhnya orang-orang yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah akan
memperoleh siksa yang berat; dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai balasan
(siksa).” “Hai orang-orang yang beriman (tanda2 orang beriman: Al Anfal
ayat:2), jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu
furqaan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu (dalam proses memahami)
dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Al
Anfaal : 29) “Sesungguhnya Al Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia,
(tertulis) pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh), tidak (dapat)
menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan.” (Al Waqiah : 77-79) “Dan
sesungguhnya Al Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia
dibawa turun oleh Ar-Ruh Al Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu
menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan
bahasa Arab yang jelas.” (baca juga Al Baqarah 97) (Asy Syu’araa :192–195) “Dan
sekiranya ada suatu bacaan yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat
digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah
mati dapat berbicara, (tentu Al Qur’an itulah dia). Sebenarnya segala itu
adalah kepunyaan Allah. Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui
bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi
petunjuk kepada manusia semuanya. Dan orang-orang yang ingkar senantiasa
ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi
dekat tempat kediaman mereka, sehingga datanglah janji Allah. Sesungguhnya
Allah tidak menyalahi janji. ( Ar Ra’d : 31) Selain ilmu, Allah mengisyaratkan
juga ada syarat-syarat lainnya agar Hamba-Nya mendapat rahmat dan petunjuk.
Karenanya, sihamba haruslah berupaya (berjihad di jalan Allah) untuk memenuhi
syarat-syarat tersebut. Pada surat yang pertama (Al Fatihah:1-7) Allah
berfirman : “Dengan nama Allah. Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,(Harus
bagaimana kita dengan nama-Nya agar Allah kasih dan sayang kepada kita) Segala
puji bagi Allah, Tuhannya semesta alam, Yang menguasai hari pembalasan.(Lebih
dari sekedar percaya, kita harus meyakini Akhirat dalam segala aspeknya) Hanya
kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon
pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus,(inilah permintaan yang harus
kita mohon pertolongan Allah dengan sungguh-sungguh agar dibimbing-Nya
menemukan jalan yang lurus agar dapat menyembah-Nya dengan benar) (yaitu) jalan
orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni`mat kepada mereka (para Nabi-nabi
dan orang-orang saleh); bukan (jalan) mereka yang dimurkai (orang kafir dan
munafiq) dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.(tidak paham atau salah
memahami karena buta mata hatinya) “Allah menganugrahkan al hikmah (kefahaman
yang dalam tentang Al Qur’an) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa
yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang
banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran.”
(Al Baqarah : 269) Siapa yang Allah maksudkan dengan“orang yang berakal” itu?
Dijelaskan-Nya dalam surat Ali Imran :190-191 “Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring (setiap saat) dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka.” (Ali Imran : 190-191) Dari kedua ayat Ali
Imran 190-191 di atas dapat kita tangkap bahwa seseorang disebut berakal bila
pada saat yang sama dia dapat melakukan dua jenis pekerjaan sekaligus yaitu
berzikir dengan hatinya secara kontinyu (tak lepas sedetikpun) dan berpikir
dengan akalnya (otak) tentang ciptaan-Nya. Hatinya aktif berzikir sehingga
mampu menerima ilham yang dikaruniakan Allah kepadanya dan ditransfer ke
akalnya untuk dipikirkannya kemudian menjadi hikmah. Bila hatinya hidup (aktif
berzikir), maka ia terjaga dari hati yang condong kepada kesesatan dan Hati
yang sesat (tidak berzikir) tidak akan terilhami dengan kebenaran yang hakiki.
“(Al Qur’an) ini adalah keterangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta
pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (Ali Imran :13 “Dan Al Qur’an itu
adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan
bertakwalah agar kamu diberi rahmat,” (Al An’aam :155) “Dan sesungguhnya Kami
telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Qur’an) kepada mereka yang Kami telah
menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami; menjadi petunjuk dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman. ” (Al A’raaf :52) “Dan apabila dibacakan Al Qur’an,
maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat
rahmat.” (Al A’raaf :204) “(Al Qur’an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi
manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka
mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang
berakal mengambil pelajaran.” (Ibrahim : 52) “(Dan ingatlah) akan hari (ketika)
Kami, bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka
sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat
manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang
yang berserah diri.” (Al Nahl :89) “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu
adalah mereka yang apabila disebut nama Allah maka gemetarlah hati mereka, dan
apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka
(karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal,” (Al Anfaal: 2) “Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk khusyuk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan
janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab
kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka
menjadi keras (tidak dapat ingat Allah). Dan kebanyakan di antara mereka adalah
orang-orang yang fasik”. (Al Hadiid:16) (d.p.l: Belumlah dikatakan seseorang
itu beriman (dengan benar) bila hatinya belum dapat khusyu’ mengingat Allah)
Ketidak mampuan sebagian orang untuk menangkap makna dan petunjuk yang
terkandung dalam Al Quran berasal dari hijab-hijab kegelapan / penyakit hati
yang menutupi hati mereka. Berulang-ulang Al Quran mengungkapkan mengenai
penutup atau dinding yang menyekat hati manusia untuk dapat memahami. “Dalam
hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka
siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (Al Baqarah : 10) “Dan di antara
mereka ada orang yang mendengarkanmu, padahal Kami telah meletakkan tutupan di
atas hati mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya dan (Kami letakkan)
sumbatan di telinganya. Dan jikapun mereka melihat segala tanda (kebenaran),
mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang
kepadamu untuk membantahmu, orang-orang ingkar itu berkata: “Al Qur’an ini
tidak lain hanyalah dongengan (cerita tentang / sejarah) orang-orang dahulu”.
(Al An’am: 25) “Dan apabila kamu membaca Al Qur’an niscaya Kami adakan antara
kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding
yang tertutup.” (Al Isra’: 45) “dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan
sumbatan di telinga mereka, agar mereka tidak dapat memahaminya. Dan apabila
kamu menyebut Tuhanmu saja dalam Al Qur’an, niscaya mereka berpaling ke
belakang karena bencinya.” (Al Israa’:46) “Dan demikianlah Kami telah
menurunkan Al Qur’an yang merupakan ayat-ayat yang nyata; dan bahwasanya Allah
memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.” (Al Hajj : 16) Bagi orang
yang tidak berilmu dan tidak beriman, ayat-ayat Al Quran terutama yang
mustasyabihat akan terhijab baginya, sehingga hanya berupa teks yang mati dan
bisu, sehingga tertutup untuk mereka pahami. Selain itu, Allah juga mewajibkan
agar pada saat mulai membaca Al Quran kita lebih dulu berlindung kepada Allah
dari setan yang terkutuk. “Apabila kamu membaca Al Qur’an, hendaklah kamu
meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (An Nahl: 9
Tentu saja kita tidak boleh membatasi makna ayat ini sekedar sebagai perintah
untuk ber-isti’adzah, karena ber-isti’adzah secara batin jauh lebih penting
untuk mendapatkan perlindungan Allah daripada hanya sekedar secara lahiriah.
“bismillah” dan “ísti’adzah” merupakan dua titik kecil yang menunjukkan adanya
sisi batin dalam Al Quran yang tanpa ilmu yang tepat yaitu ilmu hati (batin)
maka akan sangat pelik untuk memahami dan mengamalkannya, bahkan dapat
tersesat. Firman Allah : “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu
mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai
telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah
mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (Al Hajj:
46) “Dan Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum
pernah beriman kepadanya (Al Qur’an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka
bergelimang dalam kesesatannya yang sangat” (Al An’aam:110) “Sesungguhnya Allah
tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu.
Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar
dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang ingkar mengatakan: “Apakah maksud Allah
menjadikan ini untuk perumpamaan? Dengan perumpamaan itu banyak orang yang
disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang
diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang
yang fasik,(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah
perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada
mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka
itulah orang-orang yang rugi.” (Al Baqarah: 26-27) Allah berfirman : “Maka
apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang
dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka
dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta,
ialah hati yang di dalam dada.” (Al Hajj: 46) Pada frase “hati yang dengan itu
mereka dapat memahami”dan “hati yang di dalam dada” Secara jelas Allah memberi
petunjuk bahwa segumpal daging (jantung / heart) yang di dalam dada itu adalah
alat untuk memahami. “padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan
Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya”(Ali Imran: 7) Sebagai contoh,
orang yang memiliki ilmu yang mendalam dalam hal ilmu pengetahuan dan ilmu hati
adalah Imam Al Gazali yang tentunya tidak dapat kita bandingkan dengan
kedalaman ilmu Rasulullah saw. “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu
tidak mempunyai ilmu tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta tanggung jawabnya.” (Al Israa’:36) “Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri
kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat
keberuntungan.” (Al Maa-idah : 35) “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu,
kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah
kepada Ahli zikir (zikir=mengingat) jika kamu tidak mengetahui,” (An Nahl: 43)
Pada ayat 43 An Nahl ini, Allah tidak mengatakan untuk bertanya kepada ahli
pikir tetapi Allah menyuruh kita bertanya kepada ahli zikir (d.p.l : ahli dalam
hal mengingat Allah). “Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya
Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu ni`mat yang telah
dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada
pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui,” (Al Anfaal: 53) Pada ayat Al Anfaal: 53 di atas jelas bahwa Allah
tidak akan memberi begitu saja tanpa hamba-Nya berusaha terlebih dahulu untuk
mendapatkan suatu nikmat. Karenanya manusia wajib mencari jalan dan berusaha
keras dijalan-Nya (Al Maidah:35) “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu
bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan dan
menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu(dalam proses memahami) dan mengampuni
(dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Al Anfaal:29)
Kata-kata kunci pada ayat-ayat yang tertulis di atas adalah sebagai berikut:
“janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya”
(Al Israa’:36) carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, (Al Maa-idah:35)
bertanyalah kepada Ahli zikir (An Nahl:43) berjihadlah pada jalan-Nya (Al
Maa-idah:35) sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu ni`mat
yang telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, hingga kaum itu merubah apa
yang ada pada diri mereka sendiri‘ jika kamu bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia
akan memberikan kepadamu furqaan “orang-orang yang mendalam ilmunya”(Ali Imran:
7) Pada ke enam frase di atas dapat kita lihat bahwa Allah telah mewajibkan
manusia untuk menuntut ilmu hati agar furqaan dalam hatinya menjadi aktif
hingga ilmunya jadi mendalam. Akhirul kalam, dalam usaha memenuhi perintah
Allah untuk memahami Al Quran, kita perlu dukungan kedua ilmu utama yaitu ilmu
akal dan ilmu hati yang harus dipelajari dari masing-masing sumbernya. Semoga
kita tidak terperangkap dalam keadaan “tidak tahu bahwa kita tidak tahu”
sehingga tanpa sadar telah tersesat dan berlaku fasik. Siapakah kiranya yang
dapat menolong kita bila Allah itu sendiri yang telah menyesatkan karena telah
kita zalimi diri sendiri. Audzubillahminzalik. Firman Allah: “Sesungguhnya
binatang yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang tuli dan
bisu, mereka tidak mengerti apa-apa.” (Al Anfaal: 22) Tiada gading yang tak
retak, bila ada pendapat yang kurang dan salah, mohon petunjuk dan pendapat.
“Hamba Allah yang Fakir” di Medan, 17 Maret 2005 Catatan : Orang berakal :
hatinya terus menerus berzikir dalam segala situasi, dan pada saat yang sama
akalnya berpikir (Ali Imran 190-191) Orang beriman: – Bila disebut Nama Allah
maka bergetar hatinya. Hatinya dapat khusyu’ mengingat Allah. Furqaan :
membedakan yang hak (benar) dan yang bathil(salah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar