Ternyata dari ayat Al Quran yang membicarakan wudhu dan tayammum kita
bisa ambil pelajaran fikih berharga. Bagaimana pelajaran tersebut?
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ
فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا
بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا
فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ
أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ
تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ
وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ
حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ
عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (6)
Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan salat,
maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan
sapulah kepala kalian dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata
kaki; dan jika kalian junub, maka mandilah; dan jika kalian sakit atau
dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau
menyentuh perempuan, lalu kalian tidak memperoleh air, maka
bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah muka kalian dan
tangan kalian dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kalian,
tetapi Dia hendak membersihkan kalian dan menyempurnakan nikmat-Nya bagi
kalian, supaya kalian bersyukur. (QS Al-Maidah Aya 6)
Kebanyakan ulama Salaf mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
{إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ}
Apabila kalian hendak mengerjakan salat. (Al-Maidah: 6)
Maksudnya, ketika kalian sedang dalam keadaan berhadas. Sedangkan ulama
lainnya mengatakan, apabila kalian bangun dari tidur hendak
mengerjakan salat. Kedua makna tersebut berdekatan. Ulama lainnya lagi
mengatakan bahwa bahkan makna yang dimaksud lebih umum daripada semua
itu. Ayat ini memerintahkan berwudu di saat hendak mengerjakan salat;
tetapi bagi orang yang berhadas hukumnya wajib, sedangkan bagi orang
yang masih suci hukumnya sunat.
Barangkali ada yang mengatakan bahwa perintah berwudu untuk setiap salat
hukumnya wajib pada masa permulaan Islam, kemudian di-mansukh.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ،
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَلْقَمَة بْنِ مَرْثَدٍ، عَنْ سُلَيْمَانَ
بْنِ بُرَيْدة عَنْ أَبِيهِ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ، فَلَمَّا كَانَ
يَوْمُ الْفَتْحِ تَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ، وَصَلَّى
الصَّلَوَاتِ بِوُضُوءٍ وَاحِدٍ. فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، إِنَّكَ فَعَلْتَ شَيْئًا لَمْ تَكُنْ تَفْعَلُهُ؟ قَالَ: "إِنِّي
عَمْدًا فَعَلْتُهُ يَا عُمَرُ.
Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur
Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Alqamah ibnu
Marsad, dari Sulaiman ibnu Buraidah, dari ayahnya yang menceritakan
bahwa dahulu Nabi Saw. selalu wudu setiap hendak mengerjakan salat. Pada
hari kemenangan atas kota Mekah, beliau melakukan wudu dan mengusap
sepasang khuff-nya serta melakukan beberapa salat hanya dengan sekali
wudu. Maka Umar berkata kepadanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya
engkau telah melakukan suatu hal yang belum pernah engkau lakukan
sebelumnya." Rasulullah Saw. menjawab: Sesungguhnya aku melakukannya
dengan sengaja, hai Umar.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Ahlus Sunan melalui
hadis Sufyan AS-Sauri, dari Alqamah ibnu Marsad. Sedangkan di dalam
kitab Sunan Ibnu Majah disebutkan dari Sufyan ibnu Muharib ibnu Disar
sebagai ganti dari Alqamah ibnu Marsad, kedua-duanya dari Sulaiman ibnu
Buraidah dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini
hasan sahih.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادِ بْنِ مُوسَى،
أَخْبَرْنَا زِيَادُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الطُّفَيْلِ الْبَكَّائِيُّ،
حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ المُبَشِّر قَالَ: رَأَيْتُ جَابِرَ بْنَ
عَبْدِ اللَّهِ يُصَلِّي الصَّلَوَاتِ بِوُضُوءٍ وَاحِدٍ، فَإِذَا بَالَ
أَوْ أَحْدَثَ، تَوَضَّأَ وَمَسَحَ بِفَضْلِ طَهُوره الْخُفَّيْنِ.
فَقُلْتُ: أَبَا عَبْدِ اللَّهِ، شَيْءٌ تَصْنَعُهُ بِرَأْيِكَ؟ قَالَ:
بَلْ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُهُ،
فَأَنَا أَصْنَعُهُ، كَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ [صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] يَصْنَعُ.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Abbad ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnu Abdullah
ibnut Tufail Al-Buka-i, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnul
Mubasysyir yang mengatakan bahwa ia pernah melihat Jabir ibnu Abdullah
melakukan beberapa kali salat (fardu) dengan sekali wudu. Apabila ia
buang air kecil atau berhadas, maka barulah ia wudu lagi dan mengusap
sepasang khuff-nya. dengan lebihan air wudunya. Maka aku (Al-Fadl ibnul
Mubasysyir) bertanya, "Wahai Abu Abdullah, apakah sesuatu yang engkau
lakukan ini berdasarkan pendapatmu sendiri?" Jabir ibnu Abdullah
menjawab, 'Tidak, bahkan aku pernah melihat Nabi Saw. melakukannya, dan
sekarang aku melakukan seperti apa yang kulihat Rasulullah Saw.
melakukannya."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari Ismail ibnu Taubah, dari Ziyad Al-Buka-i.
قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنِ ابْنِ
إِسْحَاقَ، حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ حَبَّان
الْأَنْصَارِيُّ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ
قَالَ: قُلْتُ لَهُ: أَرَأَيْتَ وُضُوءَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ
لِكُلِّ صَلَاةٍ طَاهِرًا كَانَ أَوْ غَيْرَ طَاهِرٍ، عَمَّن هُوَ؟ قَالَ:
حَدَّثَتْهُ أَسْمَاءُ بِنْتُ زَيْدِ بْنِ الْخَطَّابِ؛ أَنَّ عَبْدَ
اللَّهِ بْنَ حَنْظَلَةَ بْنِ أَبِي عَامِرِ بْنِ الْغَسِيلِ حَدَّثَهَا،
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أُمِرَ
بِالْوُضُوءِ لِكُلِّ صَلَاةٍ طَاهِرًا كَانَ أَوْ غَيْرَ طَاهِرٍ،
فَلَمَّا شَقَّ ذَلِكَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أُمِرَ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ وَوُضِع عَنْهُ
الْوُضُوءَ، إِلَّا مِنْ حَدَثٍ. فَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ يَرَى أَنَّ بِهِ
قُوَّةً عَلَى ذَلِكَ، كَانَ يَفْعَلُهُ حَتَّى مَاتَ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah
menceritakan kepada kami ayahku, dari Ibnu Ishaq, telah menceritakan
kepadaku Muhammad ibnu Yahya ibnu Hibban Al-Ansari, dari Ubaidillah ibnu
Abdullah ibnu Umar. Muhammad ibnu Yahya ibnu Hibban Al-Ansari bertanya,
"Bagaimanakah menurutmu tentang wudu yang dilakukan oleh Abdullah ibnu
Umar pada setiap salatnya, baik dalam keadaan suci ataupun tidak, dari
manakah sumbernya?" Ubaidillah ibnu Abdullah menjawab bahwa Asma binti
Zaid ibnul Khattab pernah menceritakan kepadanya bahwa Abdullah ibnu
Hanzalah ibnul Gasil pernah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
memerintahkan berwudu untuk setiap salat, baik dalam keadaan suci
ataupun tidak. Ketika hal ini terasa berat olehnya, maka beliau Saw.
memerintahkan bersiwak di saat akan mengerjakan salat dan menghapuskan
kewajiban wudu lagi, kecuali karena berhadas. Tetapi Abdullah merasa
dirinya mempunyai kekuatan untuk melakukan wudu setiap salat, dia selalu
melakukannya hingga meninggal dunia.
Demikian pula yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dari Muhammad ibnu Auf Al-Himti, dari Ahmad ibnu Khalid Az-Zahabi,
Muhammad ibnu Ishaq, dari Muhammad ibnu Yahya ibnu Hibban dari Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu Umar.
Kemudian Imam Abu Daud mengatakan bahwa Ibrahim ibnu Sa'd
meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Ishaq, lalu disebutkan bahwa
Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu Umar mengisahkan hadis yang sama seperti
apa yang disebutkan pada riwayat Imam Ahmad di atas.
Walau bagaimanapun juga sanad hadis ini sahih,dan Ibnu Ishaq menerangkan
di dalamnya bahwa dia telah menceritakan hadis ini berdasarkan
pendengarannya dari Muhammad ibnu Yahya ibnu Hibban, sehingga lenyaplah
kekhawatiran adanya pemalsuan.
Tetapi Al-Hafiz ibnu Asakir mengatakan bahwa Salamah ibnul Fadl dan Ali
ibnu Mujahid meriwayatkannya dari Ibnu Ishaq, dari Muhammad ibnu Talhah
ibnu Yazid ibnu Rukanah, dari Muhammad ibnu Yahya ibnu Hibban dengan
lafaz yang sama.
Dalam perbuatan Ibnu Umar dan perbuatannya dalam melakukan wudu dengan
baik untuk setiap salatnya secara terus-menerus terkandung pengertian
yang menunjukkan sunatnya hal tersebut, seperti yang dikatakan oleh
mazhab jumhur ulama.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Yahya
ibnu Abu Zaidah, telah menceritakan kepada kami Azhar, dari Ibnu Aun,
dari Ibnu Sirin, bahwa para khalifah selalu melakukan wudu untuk setiap
salat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul
Musanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah
menceritakan kepada kami Syu'bah; ia pernah mendengar dari Mas'ud ibnu
Ali Asy-Syaibani yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ikrimah
mengatakan bahwa sahabat Ali r.a. selalu melakukan wudunya untuk setiap
salat, lalu ia membaca firman-Nya; Hai orang-orang yang beriman,
apabila kalian hendak mengerjakan salat. (Al-Maidah: 6), hingga akhir
ayat.
Telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan
kepadaku Wahb ibnu Jarir, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari
Abdul Malik ibnu Maisarah, dari An-Nizal ibnu Sabrah yang mengatakan
bahwa ia pernah melihat sahabat Ali salat Lohor, lalu orang-orang (para
makmum yang telah menyelesaikan salatnya bersama Ali r.a) duduk di
Rahbah. Kemudian didatangkan air kepada Khalifah Ali. Maka Ali r.a.
membasuh wajah dan kedua tangannya, kemudian mengusap kepala dan kedua
kakinya (dengan air wudu itu). Lalu ia berkata, "Inilah cara wudu bagi
orang yang tidak berhadas."
Telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan
kepada kami Hasyim, dari Mugirah, dari Ibrahim, bahwa Khalifah Ali
menakar makanan dari tempat penyimpanannya, lalu melakukan wudu dengan
cara yang singkat, dan ia mengatakan, "Inilah cara wudu orang yang
tidak berhadas."
Jalur-jalur periwayatan asar ini berpredikat jayyid dari sahabat Ali r.a., sebagian darinya menguatkan sebagian yang lain.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Basysyar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Addi, dari Humaid,
dari Anas yang menceritakan bahwa Khalifah Umar ibnu Khattab pernah
melakukan suatu wudu agak singkat, lalu ia mengatakan, "Inilah cara
wudu bagi orang yang tidak berhadas." Sanad asar ini sahih.
Muhammad ibnu Sirin mengatakan bahwa dahulu para khalifah sering melakukan wudu untuk setiap salatnya.
Mengenai apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud At-Tayalisi, dari Abu
Hilal, dari Qatadah, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa
melakukan wudu tanpa hadas merupakan perbuatan yang melampaui batas.
Maka asar ini berpredikat garib dari Sa'id ibnul Musayyab. Kemudian asar
ini dapat diinterpretasikan bahwa makna yang dimaksud ditujukan
terhadap orang yang meyakininya sebagai hal yang wajib, barulah ia
dikatakan sebagai orang yang melampaui batas. Mengenai pentasyrian sunat
wudu untuk setiap kali salat, maka banyak sunnah yang menunjukkan hal
tersebut.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ،
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ عَامِرٍ الْأَنْصَارِيِّ،
سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ، قَالَ: قُلْتُ
فَأَنْتُمْ كَيْفَ كُنْتُمْ تَصْنَعُونَ؟ قَالَ: كُنَّا نُصَلِّي
الصَّلَوَاتِ بِوُضُوءٍ وَاحِدٍ مَا لَمْ نُحْدِثْ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu
Mahdi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr ibnu Amir
Al-Ansari; ia pernah mendengar Anas ibnu Malik mengatakan bahwa dahulu
Nabi Saw. sering melakukan wudu pada setiap kali salatnya. Lalu Amr ibnu
Amir Al-Ansari bertanya, "Bagaimana dengan wudu kalian, apakah yang
kalian (para sahabat) lakukan?" Anas ibnu Malik r.a. menjawab, "Kami
(para sahabat) melakukan semua salat hanya dengan sekali wudu selagi
kami tidak berhadas."
Imam Bukhari meriwayatkannya begitu pula Ahlus Sunan melalui berbagai jalur dari Amr ibnu Amir dengan lafaz yang sama.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي أَبُو سَعِيدٍ الْبَغْدَادِيُّ،
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُورٍ، عَنْ هُرَيم، عَنْ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ زِيَادٍ -هُوَ الْإِفْرِيقِيُّ-عَنْ أَبِي غُطَيف، عَنِ
ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "مَنْ تَوَضَّأَ عَلَى طُهْر كُتِبَ لَهُ عَشْرُ حَسَنَاتٍ ".
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id
Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Mansur, dari
Harim, dari Abdur Rahman ibnu Ziyad Al-Afriqi, dari Abu Atif, dari Ibnu
Umar yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Barang
siapa yang melakukan wudu dalam keadaan suci, maka dicatatkan baginya
sepuluh pahala kebaikan.
Ibnu Jarir meriwayatkannya pula melalui hadis Isa ibnu Yunus, dari
Al-Afriqi, dari Abu Auf, dari Ibnu Umar, lalu ia menuturkan hadis ini
yang di dalamnya terdapat suatu kisah.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam
Ibnu Majah melalui hadis Al-Afriqi dengan sanad yang sama dan lafaz yang
semisal. Imam Turmuzi mengatakan bahwa sanad hadis berpredikat daif.
Ibnu Jarir mengatakan, segolongan ulama menyebutkan bahwa ayat ini
diturunkan sebagai pemberitahuan dari Allah yang menyatakan bahwa wudu
tidaklah wajib kecuali bila hendak mengerjakan salat saja; adapun
pekerjaan-pekerjaan lainnya, tidak. Demikian itu karena Rasulullah Saw.
apabila berhadas, beliau menghentikan kerjanya secara keseluruhan
sebelum berwudu lagi.
Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada
kami Mu'awiyah ibnu Hisyam, dari Sufyan, dari Jabir, dari Abdullah ibnu
Abu Bakar ibnu Amr ibnu Hazm, dari Abdullah ibnu Alqamah ibnu Waqqas,
dari ayahnya yang menceritakan bahwa dahulu Rasulullah Saw. apabila
sedang buang air kecil, lalu kami ajak bicara, beliau Saw. tidak mau
berbicara dengan kami; dan bila kami ucapkan salam penghormatan
kepadanya, beliau Saw. tidak mau menjawabnya, hingga turunlah ayat
rukhsah, yaitu firman-Nya yang mengatakan: Hai orang-orang yang
beriman, apabila kalian hendak mengerjakan salat. (Al-Maidah: 6),
hingga akhir ayat.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Muslim, dari Abu
Kuraib dengan lafaz yang semisal dan sanad yang sama, tetapi hadis ini
garib jiddan (aneh sekali). Jabir yang disebutkan di dalam sanadnya
adalah Ibnu Zaid Al-Ju'fi, dinilai daif oleh mereka.
قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا مُسَدَّد، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ،
حَدَّثَنَا أَيُّوبُ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي مُلَيكة، عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وسلم خَرَجَ مِنَ الْخَلَاءِ، فَقُدِّم إِلَيْهِ طَعَامٌ، فَقَالُوا: أَلَا
نَأْتِيكَ بوَضُوء فَقَالَ: "إِنَّمَا أُمِرْتُ بِالْوُضُوءِ إِذَا قُمْتُ
إِلَى الصَّلَاةِ.
Imam Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah
menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Ayyub,
dari Abdullah ibnu Abu Mulaikah, dari Abdullah ibnu Abbas, bahwa
Rasulullah Saw. baru saja keluar dari buang air (kakus), lalu disuguhkan
kepadanya makanan dan mereka (para sahabat) menawarkan, "Maukah kami
datangkan untukmu air untuk wudu?" Rasulullah Saw. menjawab melalui
sabdanya: Sesungguhnya aku diperintahkan untuk wudu hanya bila aku
hendak mengerjakan salat.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dari Ahmad ibnu Mani', juga
oleh Imam Nasai, dari Ziyad ibnu Ayyub, dari Ismail (yakni Ibnu
Ulayyah) dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis
ini hasan.
وَرَوَى مُسْلِمٌ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ، عَنْ سُفْيَانَ
بْنِ عُيَيْنَةَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ
الْحُوَيْرِثِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كُنَّا عِنْدَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَى الْخَلَاءَ، ثُمَّ إِنَّهُ
رَجَعَ فَأُتِيَ بِطَعَامٍ، فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلَا
تَتَوَضَّأُ؟ فَقَالَ: "لِمَ؟ أَأُصْلِي فَأَتَوَضَّأُ؟ ".
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Sufyan
ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, dari Sa'id ibnu Hu-wairis, dari Ibnu
Abbas yang menceritakan, "Ketika kami berada di rumah Nabi Saw., Nabi
Saw. memasuki kakus dan kembali lagi, lalu dihidangkan makanan untuknya,
dan dikatakan, 'Wahai Rasulullah, apakah engkau hendak wudu lebih
dahulu?' Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Aku bukan akan
melakukan salat yang karenanya aku harus wudu.
Allah Swt.:
{فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ}
maka basuhlah muka kalian. (Al-Maidah: 6)
Segolongan ulama menjadikan ayat berikut ini, yaitu firman-Nya: apabila
kalian hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka kalian.(Al-Maidah:
6); sebagai dalil bagi mereka yang menyatakan wajib berniat dalam wudu.
Karena penjabaran makna firman-Nya: Apabila kalian hendak mengerjakan
salat, maka basuhlah muka kalian. (Al-Maidah: 6); Yakni demi hendak
mengerjakan salat. Seperti pengertian dalam kata-kata orang-orang Arab,
"Apabila kamu melihat amir, berdirilah” yakni untuk menghormatinya.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis yang mengatakan:
"الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى".
Sesungguhnya semua amal perbuatan itu berdasarkan niat, dan sesungguhnya setiap orang akan memperoleh apa yang diniatkannya.
Sebelum membasuh muka disunatkan menyebut asma Allah Swt. sebagai
permulaan wudunya, karena berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan
melalui berbagai jalur yang jayyid dari sejumlah sahabat, dari Nabi
Saw., bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"لَا وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ".
Tidak ada wudu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah atasnya.
Disunatkan pula membasuh kedua telapak tangannya sebelum memasukkan
keduanya ke dalam wadah. Hal ini lebih dikukuhkan lagi kesunatannya
bila baru bangun dari tidur, karena berdasarkan sebuah hadis di dalam
kitab Sahihain dari Abu Hurairah r.a yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. telah bersabda:
"إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِه، فَلَا يُدخل يَدَهُ فِي
الْإِنَاءِ قَبْلَ أَنْ يَغْسِلَهَا ثَلَاثًا، فَإِنَّ أحدَكم لَا يَدْرِي
أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ"
Apabila seseorang di antara kalian bangun dari tidur, janganlah ia
memasukkan tangannya ke dalam wadah (air) sebelum membasuhnya sebanyak
tiga kali. Karena sesungguhnya seseorang di antara kalian tidak
mengetahui di manakah tangannya berada semalam.
Batas muka menurut ulama fiqih ialah dimulai dari tempat tumbuhnya
rambut dalam hal ini tidak dianggap adanya kebotakan, tidak pula pitak
(belang di kepala) sampai dengan batas terakhir dari rambut janggut,
menurut ukuran panjangnya.' Dimulai dari telinga sampai dengan telinga
lagi menurut ukuran lebarnya. Sehubungan dengan bagian terbelahnya
rambut pada kedua sisi kening dan bagian tumbuhnya rambut yang lembut,
apakah termasuk kepala atau muka dan sehubungan dengan janggut yang
panjangnya melebihi batas ada dua pendapat.
Salah satu di antaranya mengatakan bahwa wajib meratakan air padanya
karena bagian ini termasuk bagian muka. Diriwayatkan di dalam sebuah
hadis bahwa Nabi Saw. melihat seorang lelaki yang menutupi rambut
janggutnya, maka Nabi Saw. bersabda kepadanya:
"اكْشِفْهَا، فَإِنَّ اللِّحْيَةَ مِنَ الْوَجْهِ"
Bukalah penutup itu, karena sesungguhnya janggut termasuk wajah.
Mujahid mengatakan bahwa janggut termasuk muka (wajah), tidakkah kamu
pernah mendengar perkataan orang Arab sehubungan dengan anak laki-laki
remaja yang tumbuh janggutnya, mereka mengatakannya, 'Telah tampak
roman mukanya."
Orang yang berwudu disunatkan menyela-nyelai rambut janggutnya jika tebal.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا
إِسْرَائِيلُ، عَنْ عَامِرِ بْنِ شَقِيقِ بْنِ جَمْرَة، عَنْ أَبِي وَائِلٍ
قَالَ: رَأَيْتُ عُثْمَانَ تَوَضَّأَ -فَذَكَرَ الْحَدِيثَ-قَالَ:
وَخَلَّلَ اللِّحْيَةَ ثَلَاثًا حِينَ غَسَلَ وَجْهَهُ ثُمَّ قَالَ:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَ
الَّذِي رَأَيْتُمُونِي فَعَلْتُ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq,
telah menceritakan kepada kami Israil, dari Amir ibnu Hamzah, dari
Syaqiq yang mengatakan bahwa ia pernah melihat Khalifah Usman berwudu,
ternyata Khalifah Usman menyela-nyelai rambut janggutnya sebanyak tiga
kali ketika membasuh mukanya. Kemudian ia berkata: Aku pernah melihat
Rasulullah Saw. melakukan apa yang baru kalian lihat aku melakukannya.
Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Abdur
Razzaq, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih, dan
dinilai hasan oleh Imam Bukhari.
قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا أَبُو تَوْبَة الرَّبِيعُ بْنُ نَافِعٍ،
حَدَّثَنَا أَبُو المَلِيح، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ زَوْرَانَ عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا تَوَضَّأَ أَخَذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ فَأَدْخَلَهُ
تَحْتَ حَنَكِهِ، يُخَلِّلُ بِهِ لِحْيَتَهُ، وَقَالَ: "هَكَذَا أَمَرَنِي
بِهِ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ.
Imam Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Taubah
Ar-Rabi' ibnu Nafi’, telah menceritakan kepada kami Abul Malih, telah
menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Zauran, dari Anas ibnu Malik,
bahwa Rasulullah Saw. apabila hendak melakukan wudu terlebih dahulu
mengambil air sepenuh telapak tangannya, kemudian beliau masukkan ke
dalam dagunya, lalu menyela-nyelai janggutnya dengan air itu. Dan
bersabda: Beginilah cara yang diperintahkan oleh Tuhanku.
Hadis diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Abu Daud.
Hadis ini diriwayatkan pula melalui jalur lain dari sahabat Anas. Imam
Baihaqi mengatakan bahwa kami telah meriwayatkan sehubungan dengan
masalah menyela-nyelai janggut sebuah hadis dari Ammar dan Siti Aisyah
serta Ummu Salamah, dari Nabi Saw. Kemudian dari Ali dan lain-lainnya.
Kami meriwayatkan pula sehubungan dengan rukhsah meninggalkannya dari
Ibnu Umar dan Al-Hasan ibnu Ali. Kemudian dari An-Nakha'i dan segolongan
dari kalangan tabi'in.
Di dalam berbagai kitab sahih disebutkan dari Nabi Saw. melalui berbagai
jalur —juga dalam kitab-kitab lainnya— bahwa Nabi Saw. apabila hendak
melakukan wudu terlebih dahulu berkumur dan ber-intinsyaq (membersihkan
lubang hidungnya). Para ulama berselisih pendapat mengenai masalah ini,
apakah keduanya wajib dalam wudu dan mandi, seperti yang dikatakan oleh
mazhab Imam Ahmad ibnu Hambal, atau keduanya sunat seperti yang
dikatakan oleh mazhab Syafii dan mazhab Maliki, karena berdasarkan
kepada hadis yang diriwayatkan oleh Ashabus Sunan dan dinilai sahih
oleh Ibnu Khuzaimah, dari Rifa'ah ibnu Rafi' Az-Zurqi, bahwa Nabi Saw.
bersabda kepada orang yang melakukan salatnya tidak baik:
"تَوَضَّأْ كَمَا أَمَرَكَ اللَّهُ"
Berwudulah seperti apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu!
Atau keduanya diwajibkan dalam mandi, tidak dalam wudu, seperti yang
dikatakan oleh mazhab Abu Hanifah; atau yang diwajibkan hanya
istinsyaq, bukan berkumur, seperti yang disebutkan dalam suatu riwayat
dari Imam Ahmad, karena berdasarkan kepada sebuah hadis di dalam kitab
Sahihain yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"مَنْ تَوَضَّأَ فَلْيَسْتَنْثِرْ"
Barang siapa yang berwudu, maka hendaklah ia ber-istinsyaq.
Menurut riwayat yang lain disebutkan:
"إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ فِي مَنْخِرَيْهِ مِنَ الْمَاءِ ثُمَّ لِيَنْتَثِرْ"
Apabila seseorang di antara kalian berwudu, maka hendaklah ia memasukkan
air ke dalam kedua lubang hidungnya, kemudian ber-istinsar-lah.
Yang dimaksud dengan istinsar ialah menyedot air dengan hidung dengan sedotan yang kuat.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ الْخُزَاعِيُّ،
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانَ بْنِ بِلَالٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ
عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ؛ أَنَّهُ تَوَضَّأَ فَغَسَلَ
وَجْهَهُ، ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَتَمَضْمَضَ بِهَا
وَاسْتَنْثَرَ، ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً فَجَعَلَ بِهَا هَكَذَا، يَعْنِي
أَضَافَهَا إِلَى يَدِهِ الْأُخْرَى، فَغَسَلَ بِهِمَا وَجْهَهُ. ثُمَّ
أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ، فَغَسَلَ بِهَا يَدَهُ الْيُمْنَى، ثُمَّ
أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَغَسَلَ بِهَا يَدَهُ الْيُسْرَى، ثُمَّ
مَسَحَ رَأْسَهُ، ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ، ثُمَّ رَشَّ عَلَى
رِجْلِهِ الْيُمْنَى حَتَّى غَسْلَهَا، ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً أُخْرَى
فَغَسَلَ بِهَا رِجْلَهُ الْيُسْرَى، ثُمَّ قَالَ: هَكَذَا رَأَيْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَعْنِي يَتَوَضَّأُ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah
Al-Khuza'i, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Bilal, dari
Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari Ibnu Abbas, bahwa ia
melakukan wudu, lalu membasuh wajahnya, kemudian menciduk air dan
menggunakannya untuk berkumur dan ber-istinsar.Lalu menciduk air lagi
dan ia gunakan seperti ini, yakni menuangkannya pada telapak tangannya
yang lain, kemudian ia gunakan untuk membasuh wajahnya. Setelah itu ia
mengambil air lagi dan ia gunakan untuk membasuh tangan kanannya, lalu
mengambil seciduk air lagi, kemudian ia gunakan untuk membasuh tangan
kirinya. Sesudah itu ia mengusap kepalanya, lalu mengambil seciduk air,
kemudian ia tuangkan sedikit demi sedikit pada kaki kanannya hingga
mencucinya bersih. Setelah itu ia mengambil seciduk air lagi, lalu ia
gunakan untuk membasuh kaki kirinya. Sesudah itu ia mengatakan,
"Beginilah cara wudu yang pernah kulihat Rasulullah Saw. melakukannya."
Imam Bukhari meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Abdur Rahim, dari Abu
Salamah Mansur ibnu Salamah Al-Khuza'i dengan lafaz yang sama.
Firman Allah Swt.:
{وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ}
dan kedua tangan kalian sampai siku. (Al-Maidah: 6)
Yakni berikut sikunya. Perihalnya sama dengan makna yang ada dalam firman-Nya:
{وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَى أَمْوَالِكُمْ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا}
dan jangan kalian makan harta mereka bersama harta kalian. Sesungguhnya
tindakan-tindakan(menukar dan memakan) itu adalah dosa besar.(An-Nisa:
2)
وَقَدْ رَوَى الْحَافِظُ الدَّارَقُطْنِيُّ وَأَبُو بَكْرٍ الْبَيْهَقِيُّ،
مِنْ طَرِيقِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ، عَنْ جَدِّهِ، عَنْ جَابِرِ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ
قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا
تَوَضَّأَ أَدَارَ الْمَاءَ عَلَى مِرْفَقَيْهِ.
Al-Hafiz Ad-Daruqutni dan Abu Bakar Al-Baihaqi meriwayatkan melalui
jalur Al-Qasim ibnu Muhammad, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil,
dari kakeknya, dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan: Rasulullah
Saw. apabila melakukan wudu, memutarkan (meratakan) air ke sekitar
kedua sikunya.
Akan tetapi, Al-Qasim yang disebut dalam sanad hadis ini hadisnya tidak dapat dipakai, dan kakeknya berpredikat daif.
Orang yang berwudu disunatkan membasuh kedua tangannya dengan
memulainya dari lengan hingga kedua hastanya ikut terbasuh. Hal ini
berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam
Muslim:
مِنْ حَدِيثِ نُعَيم المُجْمِر، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ أُمَّتِي
يُدْعَوْن يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلين مِنْ آثَارِ الْوُضُوءِ،
فَمَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيلَ غُرَّته فَلْيَفْعَلْ".
melalui hadis Na'im Al-Mujammar, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya umatku kelak
dipanggil pada hari kiamat dalam keadaan bercahaya pada anggota-anggota
wudunya karena bekas air wudu (mereka). Karena itu, barang siapa di
antara kalian mampu memanjangkan cahayanya, hendaklah ia melakukannya.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan:
عَنْ قُتَيْبَة، عَنْ خَلَف بْنِ خَلِيفَةَ، عَنْ أَبِي مَالِكٍ
الْأَشْجَعِيِّ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ:
سَمِعْتُ خَلِيلِيصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "تَبْلُغُ
الحِلْية مِنَ الْمُؤْمِنِ حَيْثُ يَبْلُغُ الْوُضُوءُ"
Dari Qatadah, dari Khalaf ibnu Khalifah, dari Abu Malik Al-Asyja'i, dari
Abu Hazim, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar
orang yang dikasihinya (yakni Nabi Saw.) bersabda: Perhiasan orang
mukmin kelak sampai sebatas yang dicapai oleh air wudunya.
Firman Allah Swt.:
{وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ}
dan sapulah kepala kalian. (Al-Maidah: 6)
Para ulama berselisih pendapat mengenai makna huruf ba dalam ayat ini,
apakah lil ilsaq yang merupakan pendapat terkuat, atau lit tab'id;
tetapi pendapat ini masih perlu dipertimbangkan, karena ada dua
pendapat mengenainya. Tetapi ulama usul ada yang mengatakan bahwa makna
ayat inimujmal (global), maka untuk keterangannya merujuk kepada
sunnah.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan:
مِنْ طَرِيقِ مَالِكٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى الْمَازِنِيِّ عَنْ
أَبِيهِ، أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَاصِمٍ
-وَهُوَ جَدُّ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى، وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: هَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تُرِيَنِي
كَيْفَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَتَوَضَّأُ؟ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ: نَعَمْ، فَدَعَا
بِوُضُوءٍ، فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ، فَغَسَلَ يَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ
مَرَّتَيْنِ، ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ثَلَاثًا، وَغَسَلَ وَجْهَهُ
ثَلَاثًا، ثُمَّ غسل يديه مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ،
ثُمَّ مَسَحَ بِيَدَيْهِ، فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ، بَدَأَ
بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ ثُمَّ ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ، ثُمَّ
رَدَّهُمَا حَتَّى رَجَعَ إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنْهُ، ثُمَّ
غَسَلَ رِجْلَيْهِ.
Melalui jalur Malik, dari Amr ibnu Yahya Al-Mazini, dari ayahnya, bahwa
seorang lelaki bertanya kepada Abdullah ibnu Zaid ibnu Asim, yaitu
kakek Amr ibnu Yahya, salah seorang sahabat Nabi Saw,, "Apakah engkau
dapat memperagakan kepadaku cara wudu Rasulullah Saw.?" Abdullah ibnu
Zaid menjawab, "Ya." Lalu ia meminta air wudu, kemudian ia menuangkan
air kepada kedua tangannya, lalu ia membasuh kedua tangannya sebanyak
dua kali dan berkumur serta ber-istinsyaq sebanyak tiga kali. Sesudah
itu ia membasuh wajahnya tiga kali, dan membasuh kedua tangannya sampai
kedua sikunya dua kali. Selanjutnya ia mengusap kepalanya dengan kedua
telapak tangannya, yaitu dengan mengusapkan kedua telapak tangannya ke
arah depan, kemudian ke arah belakang kepala, Ia memulai usapannya dari
bagian depan kepalanya, lalu diusapkan ke arah belakang sampai batas
tengkuknya, kemudian mengembalikan kedua telapak tangannya ke arah
semula, sesudah itu ia membasuh kedua kakinya.
Di dalam hadis Abdu Khair, dari Ali, mengenai gambaran wudu Rasulullah Saw. disebutkan hal yang semisal.
Imam Abu Daud meriwayatkan dari Mu'awiyah dan Al-Miqdad ibnu Ma'di
Kariba mengenai gambaran wudu Rasulullah Saw. dengan keterangan yang
semisal.
Di dalam hadis-hadis di atas terkandung dalil bagi orang yang
berpendapat wajib menyempurnakan usapan hingga merata ke seluruh bagian
kepala, seperti yang dikatakan oleh mazhab Imam Malik dan Imam Ahmad
ibnu Hambal, terlebih lagi menurut pendapat orang yang menduga bahwa
hadis-hadis ini merupakan keterangan dari apa yang disebutkan secara
global di dalam Al-Qur'an.
Mazhab Hanafi berpendapat wajib mengusap seperempat bagian kepala, yaitu
sampai dengan batas ubun-ubun. Sedangkan menurut pendapat mazhab kami
(Imam Syafii), sesungguhnya yang diwajibkan dalam masalah mengusap
kepala ini hanyalah sebatas apa yang dinamakan mengusap menurut
terminologi bahasa. Hal ini tidak mempunyai batasan tertentu, bahkan
seandainya seseorang mengusap sebagian dari rambut kepalanya, hal ini
sudah mencukupi.
Tetapi kedua belah pihak berhujan dengan hadis Al-Mugirah ibnu Syu'bah yang menceritakan,
تَخَلَّفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَخَلَّفْتُ
مَعَهُ، فَلَمَّا قَضَى حَاجَتَهُ قَالَ: "هَلْ مَعَكَ مَاءٌ؟ "
فَأَتَيْتُهُ بِمِطْهَرَةٍ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ وَوَجْهَهُ، ثُمَّ ذَهَبَ
يَحْسِرُ عَنْ ذِرَاعَيْهِ فَضَاقَ كُمُّ الْجُبَّةِ، فَأَخْرَجَ يَدَيْهِ
مِنْ تَحْتِ الْجُبَّةِ وَأَلْقَى الْجُبَّةَ عَلَى مَنْكِبَيْهِ فَغَسَلَ
ذِرَاعَيْهِ وَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ، وَعَلَى الْعِمَامَةِ وَعَلَى
خُفَّيْهِ ... وَذَكَرَ بَاقِيَ الْحَدِيثِ،
"Nabi Saw. memisahkan diri, dan aku pun ikut memisahkan diri bersamanya.
Setelah beliau Saw. selesai dari menunaikan hajarnya, beliau bersabda,
'Apakah kamu membawa air?' Maka aku memberikan kepadanya air untuk wudu,
lalu beliau membasuh kedua telapak tangan dan wajahnya, kemudian
bermaksud menyingsingkan lengan bajunya, tetapi lengan bajunya sempit,
akhirnya kedua tangannya dikeluarkannya dari bawah kain jubahnya dan
baju jubahnya disampirkannya ke atas kedua sisi pundaknya. Lalu beliau
membasuh kedua tangan dan mengusap ubun-ubunnya serta mengusap pula
serban (yang dipakai)nya dan sepasang khuff-nya."
Kelanjutan hadis ini disebutkan dengan panjang lebar di dalam kitab Sahih Muslim dan kitab-kitab hadis lainnya.
Para pengikut Imam Ahmad mengatakan kepada mereka bahwa sesungguhnya
Nabi Saw. terbatas hanya mengusap pada ubun-ubunnya, karena beliau
menyempurnakan pengusapannya pada bagian kepala lainnya di atas kain
serbannya. Kami sependapat dengan pengertian ini dan memang demikianlah
kejadiannya, seperti yang disebut oleh banyak hadis lain. Disebutkan
bahwa beliau Saw. mengusap pada kain serbannya, juga pada sepasang
khuff-nya. Pengertian inilah yang lebih utama, dan tiada dalil bagi
kalian yang membolehkan mengusap hanya sebatas ubun-ubun atau sebagian
dari kepala tanpa menyempurnakannya dengan mengusap pada bagian luar
kain serban.
Kemudian mereka berselisih pendapat mengenai masalah sunat mengulang
usapan kepala sampai tiga kali, seperti yang dikatakan oleh pendapat
yang terkenal di kalangan mazhab Syafii. Akan tetapi, menurut mazhab
Imam Ahmad ibnu Hambal dan para pengikutnya, yang disunatkan hanyalah
sekali usapan saja. Sehubungan dengan masalah ini, ada dua pendapat di
kalangan mereka.
فَقَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: عَنْ مَعْمَر، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ
عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ اللَّيْثِيِّ، عَنْ حُمْران بْنِ أَبَانٍ قَالَ:
رَأَيْتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ تَوَضَّأَ فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ
ثَلَاثًا فَغَسَلَهُمَا، ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ، ثُمَّ غَسَلَ
وَجْهَهُ ثَلَاثًا، ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ
ثَلَاثًا، ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ مَسَحَ
بِرَأْسِهِ، ثُمَّ غَسَلَ قَدَمَهُ الْيُمْنَى ثَلَاثًا، ثُمَّ الْيُسْرَى
ثَلَاثًا مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا، ثُمَّ قَالَ:
"مَنْ تَوَضَّأ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا، ثُمَّ صلَّى رَكْعَتَيْنِ لَا
يُحدِّث فِيْهِمَا نَفْسَهُ، غُفِرَ لَهُ ما تقدم من ذنبه ".
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Ata ibnu
Yazid Al-Laisi, dari Hamran ibnu Aban yang mengatakan bahwa ia pernah
melihat Usman ibnu Affan melakukan wudunya. Ia memulainya dengan
menuangkan air pada kedua telapak tangannya, lalu membasuhnya sebanyak
tiga kali, kemudian berkumur dan ber-intinsyaq.Setelah itu ia membasuh
wajahnya sebanyak tiga kali, membasuh tangannya yang kanan sampai siku
sebanyak tiga kali, dan membasuh tangan kiri dengan basuhan yang
semisal. Setelah itu ia mengusap kepalanya, lalu membasuh kaki kanannya
sebanyak tiga kali dan kaki kirinya sebanyak tiga kali pula, sama dengan
basuhan yang pertama. Kemudian ia mengatakan bahwa ta telah melihat
Rasulullah Saw. melakukan wudu seperti wudu yang diperagakannya. Sesudah
itu Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa melakukan wudu seperti
wuduku ini, lalu ia salat dua rakaat tanpa mengalami hadas pada
keduanya, niscaya diampuni baginya semua dosanya yang terdahulu.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab Sahihain
melalui jalur Az-Zuhri dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.
Di dalam kitab Sunan Abu Daud disebutkan melalui riwayat Abdullah ibnu
Ubaidillah ibnu Abu Mulaikah, dari Usman, tentang gambaran wudu yang
disebut di dalamnya bahwa ia mengusap kepalanya hanya sekali.
Hal yang sama disebutkannya pula melalui riwayat Abdu Khair, dari Ali r.a. dengan lafaz yang semisal.
Sedangkan orang-orang yang menyunatkan mengulangi usapan atas kepala
berpegang kepada pengertian umum hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim di dalam kitab sahihnya, dari Usman r.a., bahwa Rasulullah Saw.
melakukan (basuhan dan usapan) wudunya masing-masing sebanyak tiga kati.
وَقَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا
الضَّحَّاكُ بْنُ مَخْلَد، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ وَرْدَان،
حَدَّثَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنِي حُمْرَانُ
قَالَ: رَأَيْتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ تَوَضَّأَ. - فَذَكَرَ نَحْوَهُ،
وَلَمْ يَذْكُرِ الْمَضْمَضَةَ وَالِاسْتِنْشَاقَ،- قَالَ فِيهِ: ثُمَّ
مَسَحَ رَأْسَهُ ثَلَاثًا، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلَاثًا، ثُمَّ قَالَ:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ توضأ هَكَذَا
وَقَالَ: "مَنْ تَوَضَّأَ دُونَ هَذَا كَفَاهُ.
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul
Musanna, telah menceritakan kepada kami Ad-Dahhak ibnu Makhlad, telah
menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Wardan, telah menceritakan
kepadaku Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepadaku
Hamran yang mengatakan bahwa ia pernah melihat Usman ibnu Affan
melakukan wudu.
Kemudian ia menyebut hadis yang semisal (dengan hadis di atas), tanpa
menyebut berkumur dan istinsyaq. Hamran menyebutkan di dalamnya bahwa
kemudian Usman mengusap kepalanya sebanyak tiga kali dan membasuh kedua
kakinya sebanyak tiga kali pula. Setelah itu ia berkata, "Aku pernah
melihat Rasulullah Saw. melakukan wudu seperti ini, lalu beliau Saw.
bersabda: 'Barang siapa yang berwudu seperti ini, sudah cukuplah
baginya'."
Hadis ini diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Abu Daud. Kemudian Abu
Daud mengatakan bahwa hadis-hadis Usman di dalam kitab-kitab sahih
menunjukkan bahwa dia mengusap kepalanya hanya sekali.
Firman Allah Swt.:
{وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ}
dan (basuh) kaki kalian sampai kedua mata kaki.(Al-Maidah: 6)
Lafaz arjulakum dibaca nasab karena di-'ataf-kan kepada firman-Nya:
{فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ}
maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian. (Al-Maidah: 6)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah,
telah menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada
kami Wuhaib, dari Khalid, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu
Abbas membaca firman-Nya: dan (basuh) kaki kalian. (Al-Maidah: 6); Ia
mengatakan bahwa makna ayat ini dikembalikan kepada membasuh.
Diriwayatkan dari Abdullah ibnu Mas'ud, Urwah, Ata, Ikrimah, Al-Hasan,
Mujahid, Ibrahim, Ad-Dahhak, As-Saddi, Muqatil ibnu Hayyan, Az-Zuhri,
dan Ibrahim At-Taiini hal yang semisal.
Qiraah ini jelas, maknanya menunjukkan wajib membasuh, seperti apa yang
dikatakan oleh ulama Salaf. Berangkat dari pengertian ini ada sebagian
orang yang berpendapat wajib tertib dalam wudu, seperti yang dikatakan
oleh mazhab jumhur ulama. Lain halnya dengan Imam Abu Hanifah, ia
berpendapat berbeda karena ia tidak mensyaratkan adanya tertib ini.
Karena itu, seandainya seseorang membasuh kedua kakinya terlebih dahulu,
lalu mengusap kepala; dan membasuh kedua tangan, kemudian membasuh
wajah, menurutnya sudah cukup; karena ayat ini memerintahkan agar
anggota-anggota tersebut dibasuh, dan huruf wawu bukan menunjukkan
makna tertib.
Jumhur ulama dalam membantah pendapat ini mengemukakan suatu pembahasan
menurut caranya masing-masing. Di antara mereka ada yang mengatakan
bahwa ayat ini menunjukkan wajib memulai basuhan pada bagian wajah saat
hendak mengerjakan salat, karena perintahnya memakai huruf fa yang
menunjukkan makna ta'qibpengertiannya identik dengan tertib (yakni
berurutan). Tidak ada seorang pun yang mengatakan wajib membasuh muka
pada permulaannya, kemudian tidak wajib tertib pada basuhan berikutnya.
Bahkan hanya ada dua pendapat, salah satunya mengatakan wajib tertib
seperti yang disebutkan oleh ayat, dan pendapat lainnya mengatakan
tidak wajib tertib secara mutlak. Padahal makna ayat menunjukkan wajib
memulai basuhan pada bagian muka; diwajibkan tertib pada berikutnya
menurut kesepakatan ulama, mengingat tidak ada bedanya.
Di antara mereka ada yang berpendapat, "Kami tidak menerima bahwa huruf
wawu tidak menunjukkan kepada pengertian tertib, bahkan huruf wawu
memang menunjukkan pengertian tertib, seperti yang dikatakan oleh
segolongan ulama nahwu dan ahli bahasa (saraf) serta sebagian kalangan
ulama fiqih. Kemudian kata mereka, 'Seandainya kita hipotesiskan huruf
wawudi sini tidak menunjukkan makna tertib secara lugawi (bahasa), maka
ia masih menunjukkan makna tertib menurut pengertian syara' dalam hal
yang seharusnya berurutan'."
Sebagai dalilnya ialah sebuah hadis yang menceritakan bahwa setelah Nabi
Saw. melakukan tawaf di Baitullah, beliau keluar dari pintu Safa seraya
membacakan firman-Nya:
{إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ}
Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah sebagian dari syiar-syiar Allah. (Al-Baqarah: 158)
Kemudian Nabi Saw. bersabda:
"أَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِهِ"
Aku memulai dengan apa yang (sebutannya)dimulai oleh Allah.
Lafaz hadis menurut apa yang ada pada Imam Muslim. Sedangkan menurut lafaz Imam Nasai disebutkan seperti berikut:
"ابْدَءُوا بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِهِ"
Mulailah oleh kalian dengan apa yang (sebutannya) dimulai oleh Allah.
Ini merupakan kata perintah, dan sanad hadisnya sahih, maka hal ini
menunjukkan wajib memulai dengan apa yang dimulai oleh Allah. Dengan
kata lain, hal ini menunjukkan pengertian tertib menurut syara'.
Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa setelah Allah menyebutkan
dalam ayat ini suatu gambaran yang menunjukkan pengertian tertib pada
mulanya, lalu hal-hal yang sama diputuskan, kemudian disisipkan hal-hal
yang diusap di antara dua hal yang dibasuh; hal ini jelas menunjukkan
kepada pengertian tertib.
Di antara mereka ada ulama yang mengatakan, tidak diragukan lagi bahwa
Imam Abu Daud telah meriwayatkan, juga yang lain-lainnya,
مِنْ طَرِيقِ عَمْرو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ؛ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ مَرَّةً
مَرَّةً، ثُمَّ قَالَ: "هَذَا وُضُوءٌ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ الصَّلَاةَ
إِلَّا بِهِ"
Melalui jalur Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa
Rasulullah Saw. pernah melakukan wudu dengan basuhan dan sapuan sekali
pada masing-masing anggotanya. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Inilah
wudu yang Allah tidak mau menerima salat kecuali dengannya.
Mereka mengatakan, masalahnya tidak terlepas adakalanya beliau Saw.
melakukan wudu secara berurutan yang berarti wajib tertib, atau beliau
lakukan wudu tanpa tertib, berarti tidak wajib tertib; hal ini jelas
tidak akan ada orang yang mengatakannya. Dengan demikian, berarti apa
yang telah kami sebutkan yakni tertib merupakan suatu hal yang wajib
dalam wudu.
Mengenai qiraah lain yang membacanya wa-arjulikum dengan dibaca jar,
yang menjadikannya sebagai dalil adalah golongan Syi'ah untuk memperkuat
pendapat mereka yang mengatakan wajib mengusap kedua kaki. Karena
lafaz ini menurut mereka di-'ataf-kan kepada mas-hurra-si (menyapu
kepala). Memang diriwayatkan dari segolongan ulama Salaf hal yang
memberikan pengertian adanya wajib mengusap kaki ini.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim,
telah menceritakan kepada kami ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada
kami Humaid yang mengatakan bahwa Musa ibnu Anas berkata kepada Anas,
sedangkan kami saat itu berada di dekatnya, "Hai Abu Hamzah,
sesungguhnya Hajaj pernah berkhotbah kepada kami di Ahwaz, saat itu
kami ada bersamanya, lalu ia menyebutkan masalah bersuci (wudu). Maka ia
mengatakan, 'Basuhlah wajah dan kedua tangan kalian dan usaplah kepala
serta (basuhlah) kaki kalian. Karena sesungguhnya tidak ada sesuatu pun
dari anggota tubuh anak Adam yang lebih dekat kepada kotoran selain
dari kedua telapak kakinya Karenanya basuhlah bagian telapaknya dan
bagian luarnya serta mata kakinya'." Maka Anas berkata, "Mahabenar Allah
dengan segala firman-Nya dan dustalah Al-Hajaj. Allah Swt. telah
berfirman, 'Dan usaplah kepala kalian dan kaki kalian' (dengan bacaan
jar pada lafaz arjulikum)." Tersebutlah bahwa Anas apabila mengusap
kedua telapak kakinya, ia membasahinya (dengan air). Sanad asar ini
sahih sampai kepada Anas.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sahl,
telah menceritakan kepada kami Mu-ammal, telah menceritakan kepada kami
Hammad, telah menceritakan kepada kami Asim Al-Ahwal, dari Anas yang
mengatakan bahwa Al-Qur'an menurunkan perintah untuk mengusap (kaki),
sedangkan sunnah memerintahkan untuk membasuh(nya). Sanad asar ini pun
sahih.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Qais Al-Khurrasani, dari Ibnu
Juraij, dari Amr ibnu Dinar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa wudu itu terdiri atas dua basuhan dan dua usapan
(sapuan). Hal yang sama diriwayatkan oleh Sa'id ibnu Abu Arubah, dari
Qatadah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abu Ma'mar Al-Minqari, telah menceritakan
kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid,
dari Yusuf ibnu Mihran, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
firman-Nya:dan sapulah kepala kalian dan (basuh) kaki kalian sampai
dengan kedua mata kaki. (Al-Maidah: 6); Makna yang dimaksud ialah
mengusap kedua kaki (bukan membasuhnya).
Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Ibnu Umar,
Alqamah, Abu Ja'far Muhammad ibnu Ali, Al-Hasan menurut salah satu
riwayat, Jabir ibnu Zaid dan Mujahid menurut salah satu riwayat, hal
yang semisal dengan asar di atas.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami
Ayyub yang mengatakan bahwa ia melihat Ikrimah mengusap kedua kakinya.
Ia sering mengatakan apa yang dilakukannya itu.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abus Sa-ib, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Idris, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari
Asy-Sya'bi yang mengatakan bahwa Malaikat Jibril turun seraya membawa
perintah untuk mengusap (kedua kaki). Kemudian Asy-Sya'bi mengatakan,
"Tidakkah engkau perhatikan bahwa tayamum itu dilakukan dengan mengusap
anggota yang tadinya (dalam wudu) dibasuh, dan menghapuskan apa yang
tadinya disapu (diusap)?"
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Ziyad, telah menceritakan
kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Ismail yang mengatakan
bahwa ia pernah bertanya kepada Amir bahwa orang-orang ada yang
mengatakan, "Sesungguhnya Malaikat Jibril turun membawa perintah
membasuh (kaki)." Maka Amir menjawab, "Jibril turun dengan membawa
perintah mengusap (kaki)." Asar ini garib jiddan (aneh sekali).
Makna yang dimaksud dari usapan ini dapat diinterpretasikan ke dalam
pengertian membasuh ringan, karena berdasarkan sunnah yang telah
terbukti kesahihannya yang di dalamnya mewajibkan membasuh kedua kaki.
Sesungguhnya bacaan jar ini adakalanya karena faktor berdampingan dan
untuk keserasian bacaan, seperti yang terdapat di dalam pepatah orang
Arab yang mengatakan, "Juhru dabbin kharibin" (liang biawak yang rusak).
Dan sama dengan firman-Nya:
{عَالِيَهُمْ ثِيَابُ سُنْدُسٍ خُضْرٌ وَإِسْتَبْرَقٌ}
Mereka memakai pakaian sutra halus yang hijau dan sutra tebal. (Al-Insan: 21)
Hal seperti ini berlaku di dalam bahasa Arab, lagi sudah terkenal.
Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa bacaan ini diinterpretasikan
mengandung makna mengusap kedua telapak kaki bila memakai
khuff,menurut Abu Abdullah Asy-Syafii rahimahullah.
Ada pula yang menginterpretasikannya kepada pengertian membasuh ringan,
bukan hanya sekadar mengusap, seperti yang disebutkan di dalam sunnah.
Akan tetapi, bagaimanapun juga hal yang diwajibkan ialah membasuh kedua
kaki, sebagai suatu fardu yang tidak dapat ditawar-tawar lagi karena
berdasarkan makna ayat ini dan hadis-hadis yang akan kami kemukakan.
Termasuk dalil yang paling baik yang menunjukkan bahwa mengusap
diartikan membasuh ringan adalah apa yang telah diriwayatkan oleh
Al-Hafiz Al-Baihaqi. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami
Abu Ali Ar-Rauzabadi, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Muhammad
ibnu Ahmad ibnu Hamawaih Al-Askari, telah menceritakan kepada kami
Ja'far ibnu Muhammad Al-Qalanisi, telah menceritakan kepada kami Adam,
telah menceritakan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepada kami
Abdul Malik ibnu Maisarah, bahwa ia pernah mendengar An-Nizal ibnu
Sabrah menceritakan sebuah hadis dari Ali ibnu Abu Talib. Disebutkan
bahwa Ali ibnu Abu Talib melakukan salat Lohor, kemudian duduk melayani
keperluan orang-orang banyak di halaman Masjid Kufah, hingga masuk
waktu salat Asar. Kemudian diberikan kepadanya satu kendi air, maka ia
mengambil sebagian darinya sekali ambil dengan kedua telapak tangannya,
lalu ia gunakan untuk mengusap wajah, kedua tangan, kepala, dan kedua
kakinya. Kemudian ia bangkit berdiri dan meminum air yang masih tersisa
seraya berdiri.
Khalifah Ali ibnu Abu Talib r.a. mengatakan, "Sesungguhnya orang-orang
menilai makruh minum sambil berdiri, tetapi sesungguhnya Rasulullah
Saw. pernah melakukan seperti apa yang aku lakukan (yakni minum sambil
berdiri)." Ali r.a. berkata, "Inilah wudu orang yang tidak berhadas."
Imam Bukhari telah meriwayatkannya di dalam kitab sahih, dari Adam yang
sebagiannya semakna dengan hadis ini.
Orang-orang yang menganggap wajib mengusap kedua kaki seperti mengusap
sepasang khuff dari kalangan ulama Syi'ah, sesungguhnya pendapat ini
sesat lagi menyesatkan. Demikian pula pendapat orang yang membolehkan
mengusap keduanya; dan membolehkan membasuh keduanya, pendapatnya ini
pun keliru.
Orang yang menukil dari Abu Ja'far Ibnu Jarir, bahwa Ibnu Jarir telah
mewajibkan membasuh kedua kaki berdasarkan hadis-hadis, dan mewajibkan
mengusap keduanya berdasarkan makna ayat. Maka sesungguhnya pengertian
ini tidak mencerminkan mazhabnya dalam masalah yang dimaksud.
Sesungguhnya apa yang dikatakannya di dalam kitab tafsirnya hanyalah
menunjukkan bahwa dia bermaksud mewajibkan menggosok kedua kaki, bukan
anggota wudu lainnya, karena keduanya menempel di tanah dan tanah liat
serta hal-hal yang kotor lainnya. Karena itu, keduanya wajib digosok
untuk menghilangkan apa yang menempel pada keduanya. Akan tetapi, Ibnu
Jarir mengungkapkan pengertian menggosok ini dengan kata-kata mengusap,
sehingga bagi orang yang tidak merenungkan kata-katanya menyangka
bahwa Ibnu Jarir bermaksud menghimpun keduanya sebagai hal yang wajib,
yakni membasuh dan menggosoknya. Maka sebagian orang meriwayatkan
darinya atas dasar pemahaman yang dangkal itu, karenanya masalah ini
dinilai sulit oleh kebanyakan ulama fiqih, sedangkan Ibnu Jarir sendiri
dimaafkan. Mengingat tidak ada gunanya menghimpun antara mengusap dan
membasuh, baik mencuci ataupun menggosok lebih dahulu, karena pengertian
menggosok termasuk ke dalam pengertian membasuh. Sesungguhnya yang
dimaksud oleh Ibnu Jarir hanyalah seperti ulasan yang telah kami
kemukakan tadi (yakni berupaya menggabungkan antara membasuh dan
mengusap).
Kemudian kami renungkan kembali kata-katanya, ternyata dapat kesimpulan
baru bahwa dia bermaksud menggabungkan di antara kedua bacaan pada
firman-Nya ini antara bacaan wa-arjulikum dibaca jar yang menunjukkan
makna mengusap, yakni menggosok; dan bacaan wa-arjulakum dibaca nasab
yang menunjukkan pengertian membasuh. Karena itulah ia mewajibkan
keduanya karena berpegang kepada penggabungan di antara kedua qiraah
tersebut.
Hadis-hadis yang menyebutkan membasuh kedua kaki dan bahwa membasuh kedua kaki merupakan suatu keharusan
Dalam hadis Amirul Mu’minin Usman, Ali, Ibnu Abbas, Mu'awiyah, Abdullah
ibnu Zaid ibnu Asim, dan Al-Miqdad ibnu Ma'di Kariba disebutkan bahwa
Rasulullah Saw. membasuh kedua kaki dalam wudunya, adakalanya dua kali
atau tiga kali, menurut riwayat masing-masing yang berbeda-beda.
وَفِي حَدِيثُ عَمْرِو بْنِ شُعَيْب، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ فَغَسَلَ
قَدَمَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: "هَذَا وُضُوء لَا يَقْبَلُ اللَّهُ الصَّلَاةَ
إِلَّا بِهِ ".
Di dalam hadis Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya disebutkan
bahwa Rasulullah Saw. melakukan wudu dan di dalamnya beliau membasuh
kedua kakinya, kemudian bersabda: Ini adalah wudu yang Allah tidak mau
menerima salat kecuali dengannya.
وَفِي الصَّحِيحَيْنِ، مِنْ رِوَايَةِ أَبِي عَوَانة، عَنْ أَبِي بِشْر،
عَنْ يُوسُفَ بْنِ مَاهَك، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ:
تَخَلَّف عَنَّا رسول الله صلى الله عليه وسلم في سَفْرَةٍ سَافَرْنَاهَا،
فأدرَكَنا وَقَدْ أرْهَقَتْنَا الصلاةُ، صلاةُ الْعَصْرِ وَنَحْنُ
نَتَوَضَّأُ، فَجَعَلْنَا نَمْسَحُ عَلَى أَرْجُلِنَا، فَنَادَى بِأَعْلَى
صَوْتِهِ: "أسبِغوا الْوُضُوءَ وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ".
Di dalam kitab Sahihain melalui riwayat Abu Uwwanah, dari Abu Bisyr,
dari Yusuf ibnu Mahik, dari Abdullah ibnu Amr, disebutkan bahwa
Rasulullah Saw. dalam suatu perjalanan bersama kami berhenti, lalu
beliau menyusul kami dan masuklah waktu salat Asar, yang saat itu kami
dalam keadaan lelah. Maka kami lakukan wudu dan kami mengusap pada kedua
kaki kami. Lalu Rasulullah Saw. berseru dengan sekuat
suaranya:Sempurnakanlah wudu, celakalah bagi tumit yang tidak dibasuh
karena akan dibakar oleh neraka.
Hal yang sama disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Abu Hurairah.
فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ عَنْ عَائِشَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "أَسْبِغُوا الْوُضُوءَ وَيْلٌ
لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ".
Di dalam Sahih Muslim disebutkan dari Siti Aisyah, dari Nabi Saw. yang
telah bersabda:Sempurnakanlah wudu, celakalah bagi tumit-tumit yang
dibakar oleh neraka.
وَرَوَى اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ حَيْوة بْنِ شُرَيْح، عَنْ عُقْبة
بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ جُزْءٍ أَنَّهُ
سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول: "وَيْلٌ
للأعْقَاب وبُطون الْأَقْدَامِ مِنَ النَّارِ".
Al-Lais ibnu Sa'd meriwayatkan dari Haiwah ibnu Syuraih, dari Uqbah ibnu
Muslim, dari Abdullah ibnul Haris ibnu Hirz, bahwa ia pernah mendengar
Rasulullah Saw. bersabda: Celakalah bagi tumit-tumit dan
telapak-telapak kaki yang dibakar neraka(karena tidak dibasuh).
Imam Baihaqi dan Imam Hakim meriwayatkannya Sanad hadis ini sahih.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حدثنا
شعبة، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ: أَنَّهُ سَمِعَ سَعِيدَ بْنَ أَبِي كَرْبٍ
-أَوْ شُعَيْبَ بْنَ أَبِي كَرْبٍ -قَالَ: سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ
اللَّهِ -وَهُوَ عَلَى جَمَلٍ -يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "وَيْلٌ لِلْعَرَاقِيبِ مِنَ
النَّارِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abi Ishaq, bahwa ia
pernah mendengar Sa'id ibnu Abu Karb atau Syu'aib ibnu Abu Karb yang
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah ketika berada
di atas bukit mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw.
bersabda:Celakalah bagi tumit-tumit yang dibakar neraka(karena tidak
dibasuh dalam wudu).
وَحَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، أَخْبَرْنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ أَبِي
إِسْحَاقَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي كَرْبٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ قَالَ: رَأَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
رِجْل رَجُل مِنَّا مثْل الدِّرْهَمِ لَمْ يَغْسِلْهُ، فَقَالَ: "وَيْلٌ
للعَقِبِ مِنَ النَّارِ".
Telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah menceritakan
kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Sa'id ibnu Abu Karb, dari Jabir
ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah melihat ke arah
kaki seorang lelaki yang padanya terdapat bagian sebesar uang dirham
belum terbasuh. Maka beliau Saw. bersabda:Celakalah bagi tumit-tumit
yang dimasukkan ke dalam neraka.
Ibnu Majah meriwayatkannya melalui Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Abul
Ahwas, dari Abu Ishaq, dari Sa'id dengan sanad dan lafaz yang semisal.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui hadis Sufyan As-Sauri
dan Syu'bah ibnul Hajjaj serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang,
dari Abu Ishaq As-Subai'i, dari Sa'id ibnu Abu Kuraib, dari Jabir, dari
Nabi Saw. dengan lafaz yang semisal.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ
عَبْدِ الْوَارِثِ، حَدَّثَنَا حَفْصٌ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي
سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ رَأَى قَوْمًا يَتَوَضَّئُونَ، لَمْ يُصِبْ أعْقابهم الماءُ،
فَقَالَ: "وَيْلٌ للعَراقِيبِ مِنَ النَّارِ".
Telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muslim, telah menceritakan
kepada kami Abdus Sammad ibnu Abdul Waris, telah menceritakan kepada
kami Hafs, dari Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir, bahwa Rasulullah
Saw. pernah melihat suatu kaum sedang melakukan wudu tanpa menuangkan
air pada tumit mereka. Maka beliau Saw. bersabda: Celakalah bagi
tumit-tumit yang dimasukkan ke dalam neraka.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا خَلَف بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا
أَيُّوبُ بْنُ عُتْبة، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ أَبِي
سَلَمَةَ، عَنْ مُعَيْقيب قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnul
Walid, telah menceritakan kepada kami Ayub ibnu Uqbah, dari Yahya ibnu
Kasir, dari Abu Salamah, dari Mu'aiqib yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda: Celakalah bagi tumit-tumit yang
dimasukkan ke dalam neraka.
Hadis diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Ahmad.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى،
حَدَّثَنَا الْمُحَارِبِيُّ، عَنْ مُطَرَّح بْنِ يَزِيدَ، عَنْ عُبَيْدِ
اللَّهِ بْنِ زَحْر، عَنْ عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ، عَنِ الْقَاسِمِ، عَنْ
أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ، وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ
مِنَ النَّارِ"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ali ibnu Abdul A'la,
telah menceritakan kepada kami Al-Muharibi, dari Mit-rah ibnu Yazid,
dari Ubaidillah ibnu Zahr, dari Ali ibnu Yazid, dari Al-Qasim, dari Abu
Umamah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Celakalah
bagi tumit-tumit yang dimasukkan ke dalam neraka.
Abu Umamah mengatakan, "Sejak saat itu di dalam masjid tiada seorang
pun yang terhormat dan tiada pula seorang pun yang kecil, melainkan
kulihat dia membolak-balikkan kedua tumitnya seraya memandang kepada
keduanya (untuk memeriksa apakah ada bagian yang belum terbasuh oleh air
wudunya)."
حَدَّثَنَا أَبُو كَرَيْبٍ، حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ، عَنْ زَائِدَةَ، عَنْ
لَيْثٍ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَابِطٍ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ
-أَوْ عَنْ أَخِي أَبِي أُمَامَةَ-أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبْصَرَ قَوْمًا يَتَوَضَّئُونَ وَفِي عَقِب
أَحَدِهِمْ -أَوْ: كَعْبِ أَحَدِهِمْ-مِثْلُ مَوْضِعِ الدِّرْهَمِ -أَوْ:
مَوْضِعِ الظُّفُرِ-لَمْ يَمَسَّهُ الْمَاءُ، فَقَالَ: "وَيْلٌ للأعقاب من
النَّارِ".
Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada
kami Husain, dari Zaidah, dari Lais, telah menceritakan kepadaku Abdur
Rahman ibnu Sabit, dari Abu Umamah atau dari saudara lelaki Abu Umamah,
bahwa Rasulullah Saw. memandang ke arah suatu kaum yang sedang
mengerjakan salat, sedangkan pada tumit sese-rang atau mata kaki
seseorang dari mereka terdapat bagian sebesar ,iang dirham atau sebesar
kuku yang masih belum tersentuh air. Maka Rasulullah Saw. bersabda:
Celakalah basi tumit-tumit yang dimasukkan ke dalam neraka.
Abu Umamah melanjutkan kisahnya, bahwa sesudah itu lelaki tersebut bila
melihat sesuatu bagian dari tumitnya yang masih belum terkena air,
maka ia mengulangi lagi wudunya.
Segi pengambilan dalil dari hadis-hadis ini jelas. Karena itu,
seandainya yang diwajibkan adalah mengusap kedua kaki atau sudah cukup
hanya dengan mengusap keduanya, maka niscaya Rasulullah Saw. tidak
mengancam orang yang meninggalkan basuhan. Karena mengusap itu tidak
dapat menyeluruh ke semua bagian kaki, melainkan hanya seperti apa yang
dilakukan terhadap mengusap khuff. Demikianlah analisis yang digunakan
oleh Imam Abu Ja'far ibnu Jarir dalam bantahannya terhadap aliran
Syi'ah.
وَقَدْ رَوَى مُسْلِمٌ فِي صَحِيحِهِ، مِنْ طَرِيقِ أَبِي الزُّبَيْرِ،
عَنْ جَابِرٍ، عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ؛ أَنَّ رَجُلًا تَوَضَّأَ
فَتَرَكَ مَوْضِعَ ظُفُرٍ عَلَى قَدَمِهِ فَأَبْصَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ".
Imam Muslim meriwayatkan di dalam kitab sahihnya melalui jalur Abuz
Zubair, dari Jabir, dari Umar ibnul Khattab, bahwa seorang lelaki
melakukan wudu, dan meninggalkan bagian sebesar kuku tanpa terbasuh pada
telapak kakinya. Nabi Saw. melihatnya, maka Nabi Saw. bersabda:
Kembalilah dan lakukanlah wudumu dengan baik.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَيْهَقِيُّ: أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ
اللَّهِ الْحَافِظُ، أَخْبَرْنَا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ
يَعْقُوبَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ الصَّاغَانِيُّ حَدَّثَنَا
هَارُونُ بْنُ مَعْرُوفٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، حَدَّثَنَا جَرِيرُ
بْنُ حَازِمٍ: أَنَّهُ سَمِعَ قَتَادَةَ بْنَ دِعَامَةَ قَالَ: حَدَّثَنَا
أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ؛ أَنَّ رَجُلًا جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ تَوَضَّأَ، وَتَرَكَ عَلَى قَدَمِهِ مِثْلَ
مَوْضِعِ الظُّفُرِ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ ".
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abu Abdullah Al-Hafiz, telah menceritakan kepada kami Abul Abbas
Muhammad ibnu Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Ishaq As-San'ani, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Ma'ruf,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami
Jarir ibnu Hazim, bahwa ia pernah mendengar Qatadah ibnu Di'amah
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Malik, bahwa
seorang lelaki datang kepada Nabi Saw. dalam keadaan telah berwudu,
tetapi ada sebagian dari tumitnya sebesar kuku yang belum terbasuh. Maka
Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: Kembalilah dan lakukanlah wudumu
dengan baik.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, dari Harun ibnu Ma'ruf
dan Ibnu Majah, dari Harmalah dan Yahya, keduanya dari Ibnu Wahb dengan
lafaz yang sama; sanad hadis ini jayyid dan semua perawinya berpredikat
siqah.
Tetapi Imam Abu Daud mengatakan bahwa hadis ini tidak dikenal, mereka
tidak mengenalnya kecuali Ibnu Wahb. Telah menceritakan kepada kami Musa
ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan
kepada kami Yunus dan Humaid, dari Al-Hasan, bahwa Rasulullah Saw. dan
seterusnya sama dengan hadis Qatadah.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abul
Abbas, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, telah menceritakan
kepadaku Yahya ibnu Sa'd, dari Khalid ibnu Ma'-dan, dari salah seorang
istri Nabi Saw. yang menceritakan bahwa Nabi Saw. melihat seorang
lelaki sedang salat, sedangkan pada bagian luar telapak kakinya terdapat
bagian yang kering sebesar uang dirham karena tidak terkena air, maka
Rasulullah Saw. memerintahkan kepadanya agar mengulangi wudunya.
Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis Baqiyyah,dan dalam hadis
riwayatnya ditambahkan bahwa yang diperintahkan oleh Nabi Saw. agar
diulangi lagi oleh lelaki itu adalah wudu dan salatnya. Sanad hadis ini
jayyid dan kuat lagi sahih.
Di dalam hadis Hamran dari Usman mengenai gambaran wudu Nabi Saw.
disebutkan bahwa Nabi Saw. menyela-nyelai di antara jari jemarinya.
Ahlus Sunan meriwayatkan:
مِنْ حَدِيثِ إِسْمَاعِيلَ بْنِ كَثِيرٍ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ لَقِيط بْنِ
صَبرةَ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَخْبِرْنِي
عَنِ الْوُضُوءِ: فَقَالَ: "أَسْبِغِ الْوُضُوءَ، وخَلِّل بَيْنَ
الْأَصَابِعِ، وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ
صَائِمًا".
Melalui hadis Ismail ibnu Kasir, dari Asim ibnu Laqit ibnu Sabrah, dari
ayahnya yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah
Saw., "Wahai Rasulullah, jelaskanlah cara wudu kepadaku." Nabi Saw.
bersabda:Lakukanlah wudu secara merata dan sela-selailah di antara jari
jemari dan lakukanlah istinsyaq dengan kuat, kecuali jika kamu sedang
puasa.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ، أَبُو
عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمُقْرِي حَدَّثَنَا عِكْرِمة بْنُ عَمَّارٍ،
حَدَّثَنَا شَدَّادُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الدِّمَشْقِيُّ قَالَ قَالَ أَبُو
أُمَامَةَ: حَدَّثَنَا عَمْرو بْنُ عَبَسَةَ قَالَ: قُلْتُ: يَا نَبِيَّ
اللَّهِ، أَخْبِرْنِي عَنِ الْوُضُوءِ. قَالَ: "مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ
يَقْرَبُ وُضُوءُهُ، ثُمَّ يَتَمَضْمَضُ وَيَسْتَنْشِقُ وَيَنْتَثِرُ
إِلَّا خَرَّتْ خَطَايَاهُ مِنْ فَمِهِ وَخَيَاشِيمِهِ مَعَ الْمَاءِ حِينَ
يَنْتَثِرُ، ثُمَّ يَغْسِلُ وَجْهَهُ كَمَا أَمَرَهُ اللَّهُ إِلَّا
خَرَّتْ خَطَايَا وَجْهِهِ مِنْ أَطْرَافِ لِحْيَتِهِ مَعَ الْمَاءِ، ثُمَّ
يَغْسِلُ يَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ إِلَّا خَرَّتْ خَطَايَا
يَدَيْهِ مِنْ أَطْرَافِ أَنَامِلِهِ، ثُمَّ يَمْسَحُ رَأْسَهُ إِلَّا
خَرَّتْ خَطَايَا رَأْسِهِ مِنْ أَطْرَافِ شَعْرِهِ مَعَ الْمَاءِ، ثُمَّ
يَغْسِلُ قَدَمَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ كَمَا أَمَرَهُ اللَّهُ إِلَّا
خَرَّتْ خَطَايَا قَدَمَيْهِ مِنْ أَطْرَافِ أَصَابِعِهِ مَعَ الْمَاءِ،
ثُمَّ يَقُومُ فَيَحْمَدُ اللَّهَ وَيُثْنِي عَلَيْهِ بِالَّذِي هُوَ لَهُ
أَهْلٌ، ثُمَّ يَرْكَعُ رَكْعَتَيْنِ إِلَّا خَرَجَ مِنْ ذُنُوبِهِ
كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ". قَالَ أَبُو أُمَامَةَ: يَا عَمْرُو،
انْظُرْ مَا تَقُولُ، سَمِعْتَ هَذَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ أَيُعْطَى هَذَا الرَّجُلُ كُلَّهُ فِي مَقَامِهِ؟
فَقَالَ عَمْرُو بْنُ عَبْسة يَا أَبَا أُمَامَةَ، لَقَدْ كَبُرَتْ سنِّي،
وَرَقَّ عَظْمِي، وَاقْتَرَبَ أَجَلِي، وَمَا بِي حَاجَةٌ أَنْ أَكْذِبَ
عَلَى اللَّهِ، وَعَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ [وَ] لَوْ لَمْ أَسْمَعْهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا، لَقَدْ
سَمِعْتُهُ [مِنْهُ] سَبْعَ مَرَّاتٍ أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullaw ibnu
Yazid, Abu Abdur Rahman Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami
Ikrimah ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Syad-dad ibnu
Abdullah Ad-Dimasyqi yang mengatakan bahwa Abu Umamah mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Amr ibnu Absah yang menceritakan bahwa ia
pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang wudu (yang baik), maka
Rasulullah Saw. bersabda:Tidak sekali-kali seseorang di antara kalian
mendekati (akan melakukan) wudunya, lalu ia berkumur dan ber-istinsyaq
dan ber-istinsar (menyedot air untuk membersihkan hidung, kemudian
mengeluarkannya), melainkan gugurlah semua kesalahan (dosa-dosa)nya dari
mulut dan lubang hidungnya bersamaan dengan air ketika ber-istinsar.
Setelah itu ia membasuh wajahnya seperti apa yang diperintahkan oleh
Allah kepadanya, melainkan berguguranlah semua dosa wajahnya dari ujung
janggutnya bersamaan dengan air. Kemudian membasuh kedua tangannya
beserta kedua sikunya, melainkan berguguranlah dosa-dosa kedua
tangannya dari ujung-ujung jemarinya. Kemudian menyapu kepalanya,
melainkan berguguranlah dosa-dosa kepalanya dari semua ujung rambut
bersamaan dengan air. Kemudian membasuh kedua telapak kakinya berikut
kedua mata kakinya seperti apa yang diperintahkan oleh Allah kepadanya,
melainkan berguguranlah dosa-dosa kedua telapak kakinya dari ujung jari
jemarinya bersamaan dengan air. Setelah itu ia berdiri dan membaca
hamdalah serta pujian kepada Allah dengan pujian yang layak bagiNya,
lalu melakukan salat dua rakaat, melainkan ia bersih dari semua dosanya
seperti pada hari ketika ia dilahirkan oleh ibunya. Abu Umamah berkata,
"Hai Amr, perhatikanlah apa yang kamu katakan tadi, apakah kamu
mendengar semuanya dari Rasulullah Saw. Apakah beliau memberi hadis ini
seluruhnya kepada lelaki yang seperti kamu?" Maka Amr ibnu Absah
menjawab, "Hai Abu Umamah, sesungguhnya aku telah berusia lanjut dan
semua tulangku sudah rapuh, usiaku telah di ambang senja. Aku tidak
perlu berdusta atas nama Allah dan atas nama Rasulullah. Seandainya aku
tidak mendengar hadis ini dari Rasulullah Saw. kecuali hanya satu kali
atau dua kali atau tiga kali (niscaya aku tidak akan- menceritakannya).
Sesungguhnya aku mendengarnya dari beliau sebanyak tujuh kali atau lebih
dari itu."
Sanad hadis ini sahih.
Hadis ini terdapat pula di dalam kitab Sahih Muslim melalui jalur lain, yang di dalamnya disebutkan seperti berikut:
"ثُمَّ يَغْسِلُ قَدَمَيْهِ كَمَا أَمَرَهُ اللَّهُ".
Kemudian ia membasuh kedua telapak kakinya seperti apa yang diperintahkan oleh Allah kepadanya.
Kalimat ini menunjukkan bahwa Al-Qur'an memerintahkan untuk membasuhnya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Abu Ishaq As-Subai’i:
عَنِ الْحَارِثِ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
أَنَّهُ قَالَ: اغْسِلُوا الْقَدَمَيْنِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ كَمَا
أُمِرْتُمْ.
Dari Al-Haris, dari Ali ibnu Abu Talib r.a. yang mengatakan: Basuhlah
kedua telapak kaki kalian berikut kedua mata kakinya seperti apa yang
diperintahkan kepada kalian.
Dari asar ini tampak jelas bahwa makna yang dimaksud di dalam hadis Abdu Khair dari Ali yang menyebutkan:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَش عَلَى قَدَمَيْهِ الْمَاءَ
Bahwa Rasulullah Saw. mencipratkan air pada kedua telapak kakinya.
Saat itu beliau Saw. memakai terompah, lalu beliau menggosok kedua
telapak kakinya. Dengan demikian, berarti makna yang dimaksud adalah
basuhan ringan karena kedua telapak kakinya memakai terompah (yakni
masih suci).
Tetapi tiada yang mencegah bila yang dimaksud ialah membasuh, sedangkan
telapak kaki memakai terompah. Hanya saja di dalam hadis ini
terkandung bantahan terhadap orang-orang yang berlebih-lebihan dan
terlalu apik dari kalangan orang-orang yang waswas.
Hadis yang sama dikemukakan oleh Ibnu Jarir melalui riwayatnya, dari
Al-A'masy, dari Abu Wail, dari Huzaifah yang menceritakan hadis
berikut:
أَتَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُبَاطةَ قَوْمٍ
فَبَالَ قَائِمًا، ثُمَّ دَعَا بِمَاءٍ فَتَوَضَّأَ، وَمَسَحَ عَلَى
نَعْلَيْهِ
Rasulullah Saw. masuk ke dalam kakus suatu kaum, lalu membuang air seni
seraya berdiri. Setelah itu beliau meminta air, lalu berwudu dan
mengusap sepasang terompahnya.
Hadis ini sahih.
Ibnu Jarir membantah hadis ini, bahwa orang-orang yang siqah dan para
huffaz meriwayatkan hadis ini dari Al-A'masy, dari Abu Wail, dari
Huzaifah yang mengatakan bahwa Nabi Saw. buang air kecil sambil berdiri,
kemudian berwudu dan mengusap pada sepasang khuff-nya. Yakni dengan
lafaz khuff, bukan na'l (terompah).
Menurut kami, dapat pula digabungkan pengertian keduanya, misalnya Nabi Saw. saat itu memakai khuff dan terompahnya.
Berikut ini hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad ibnu Hambal.
حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ شُعْبَة، حَدَّثَنِي يَعْلَى، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ
أَوْسِ بْنِ أَبِي أَوْسٍ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى نَعْلَيْهِ، ثُمَّ قَامَ
إِلَى الصَّلَاةِ
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Syu'bah,
telah menceritakan kepadaku Ya'la, dari ayahnya, dari Aus ibnu Abu Aus
yang menceritakan: Aku pernah melihat Rasulullah Saw. melakukan wudu dan
beliau menyapu kedua terompahnya, kemudian bangkit untuk salat.
وَقَدْ رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ عَنْ مُسَدَّد وَعَبَّادِ بْنِ مُوسَى
كِلَاهُمَا، عَنْ هُشَيْم، عَنْ يَعْلَى بْنِ عَطاء، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ
أَوْسِ بْنِ أَبِي أَوْسٍ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى سُبَاطة قَوْمٌ فَبَالَ، وَتَوَضَّأَ وَمَسَحَ
عَلَى نَعْلَيْهِ وَقَدَمَيْهِ.
Abu Daud meriwayatkannya dari Musaddad dan Abbad ibnu Musa, keduanya
dari Hasyim, dari Ya'la ibnu Ata, dari ayahnya, dari Aus ibnu Abu Aus
yang menceritakan: Aku pernah melihat Rasulullah Saw. mendatangi kakus
suatu kaum, lalu beliau buang air kecil, setelah itu beliau berwudu dan
menyapu sepasang terompahnya dan kedua telapak kakinya.
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui jalur Syu'bah dan jalur Hasyim.
Kemudian ia mengatakan bahwa makna hadis ini dapat diinterpretasikan
dengan pengertian bahwa beliau dalam keadaan tidak berhadas pun
melakukan wudunya dengan cara yang sama, karena mustahil bila fardu
Allah dan sunnah Rasul-Nya bertentangan atau berlawanan.
Menurut hadis yang sahih dari Nabi Saw., ada perintah yang mengandung
pengertian umum menganjurkan membasuh kedua telapak kaki dengan air
dalam wudu. Hal ini diriwayatkan melalui penukilan yang cukup banyak
lagi memastikan keakuratan periwayatannya sampai kepada beliau serta
penyampaiannya.
Mengingat Al-Qur'an memerintahkan untuk membasuh kedua kaki seperti
dalam pengertian qi'raah nasab dan seperti yang diwajibkan pula dalam
interpretasi qiraah jar. Hal ini membuat ulama Salaf mempunyai dugaan
bahwa ayat ini me-mansukh rukhsah mengusap sepasang khuff.Hal ini memang
disebutkan di dalam suatu riwayat dari Ali ibnu Abu Talib, tetapi
sanadnya tidak sahih. Mengingat hal yang terbukti darinya menyatakan hal
yang berbeda, tidak seperti apa yang mereka duga. Karena sesungguhnya
telah terbukti bahwa Nabi Saw. mengusap sepasang khuff-nya sesudah ayat
ini diturunkan.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ،
حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُلاثة، عَنْ عَبْدِ
الْكَرِيمِ بْنِ مَالِكٍ الجَزَري، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنْ جَرِيرِ بْنِ
عَبْدِ اللَّهِ البَجَلي قَالَ: أَنَا أَسْلَمْتُ بَعْدَ نُزُولِ
الْمَائِدَةِ، وَأَنَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَمْسَحُ بَعْدَمَا أَسْلَمْتُ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul
Qasim, telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnu Abdullah ibnu Ilasah,
dari Abdul Karim ibnu Malik Al-Jazari, dari Mujahid, dari Jarir ibnu
Abdullah Al-Bajali yang menceritakan: Aku masuk Islam setelah turunnya
surat Al-Maidah, dan aku melihat Rasulullah Saw. mengusap (kedua
khuff-nya) sesudah aku masuk Islam.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
وَفِي الصَّحِيحَيْنِ، مِنْ حَدِيثِ الْأَعْمَشِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ
هَمَّام قَالَ: بَالَ جَرِيرٌ، ثُمَّ تَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ،
فَقِيلَ: تَفْعَلُ هَذَا؟ فَقَالَ: نَعَمْ، رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَالَ، ثُمَّ تَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى
خُفَّيْهِ. قَالَ الْأَعْمَشُ: قَالَ إِبْرَاهِيمُ: فَكَانَ يُعْجِبُهُمْ
هَذَا الْحَدِيثُ؛ لِأَنَّ إِسْلَامَ جَرِيرٍ كَانَ بَعْدَ نُزُولِ
الْمَائِدَةِ
Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui hadis Al-A'masy, dari
Ibrahim, dari Hammam, yang menceritakan bahwa Jarir buang air kecil,
setelah itu ia berwudu dan mengusap sepasang khuff-nya.Ketika
ditanyakan, "Mengapa engkau lakukan itu?" Ia menjawab, "Ya, aku pernah
melihat Rasulullah Saw. buang air kecil, lalu berwudu dan mengusap
sepasang khuff-nya." Al-A'masy mengatakan bahwa Ibrahim mengatakan bahwa
hadis ini dikagumi di kalangan mereka (ulama), mengingat Islamnya Jarir
sesudah surat Al-Maidah diturunkan. Demikianlah menurut lafaz Imam
Muslim.
Terbukti melalui riwayat yang mutawatir dari Rasulullah Saw., bahwa
beliau Saw. mensyariatkan mengusap sepasang khuff, baik melalui
sabdanya ataupun perbuatannya, seperti yang telah ditetapkan di dalam
kitab-kitab fiqih yang besar-besar. Di dalam kitab-kitab fiqih
disebutkan keterangan yang lebih rinci menyangkut masalah batasan waktu
mengusap, tidak diperlukan mengusap atau hal-hal lain yang menyangkut
rinciannya; semua itu diterangkan di dalam bagiannya masing-masing.
Orang-orang Syi'ah Rafidah berpendapat berbeda dalam masalah ini tanpa
sandaran dan dalil, bahkan hanya dengan kebodohan dan kesesatan, padahal
telah terbukti di dalam kitab Sahih Muslim melalui riwayat Amirul
Mu’minin Ali ibnu Abu Talib r.a. Seperti halnya terbukti di dalam kitab
Sahihain,dari Ali ibnu Abu Talib r.a., dari Nabi Saw. adanya larangan
mengenai nikah mut'ah, tetapi mereka membolehkannya. Demikian pula ayat
yang mulia ini menunjukkan wajib membasuh kedua kaki yang diperkuat
dengan hadis yang mutawatir melalui perbuatan Rasulullah Saw. yang
sesuai dengan apa yang ditunjukkan oleh ayat yang mulia ini. Akan
tetapi, mereka (orang-orang Rafidah) bertentangan dengan semuanya itu,
padahal mereka dalam waktu yang sama tidak mempunyai dalil yang sahih
yang menguatkan pendapatnya.
Demikian pula halnya mereka berbeda dengan para imam dan ulama Salaf
dalam memahami pengertian dua mata kaki pada telapak kaki. Menurut
mereka, dua mata kaki tersebut terdapat pada punggung telapak kaki.
Dengan kata lain, setiap telapak kaki mempunyai satu mata kaki. Padahal
menurut jumhur ulama, yang dimaksud dengan dua mata kaki ialah dua buah
tulang yang menonjol, terletak pada pergelangan betis dan telapak
kaki.
Ar-Rabi' mengatakan,"Asy-Syafii mengatakan bahwa menurut pengetahuannya,
tiada seorang pun yang berpendapat berbeda bahwa dua mata kaki yang
disebut oleh Allah di dalam Al-Qur’an dalam masalah wudu adalah dua
buah tulang menonjol yang menghubungkan persendian betis dan telapak
kaki." Demikianlah menurut lafaz yang ada pada Asy-Syafii. Hal yang sama
dikatakan oleh para imam, bahwa setiap telapak kaki mempunyai dua mata
kaki, seperti yang dikenal di kalangan semua orang dan sesuai dengan
apa yang ditunjukkan oleh sunnah.
Di dalam kitab Sahihain melalui jalur Hamran, dari Usman r.a.,
disebutkan bahwa ia melakukan wudu, lalu membasuh telapak kaki kanannya
berikut dua mata kakinya, kemudian membasuh telapak kaki kirinya
seperti telapak kaki kanannya.
Imam Bukhari meriwayatkan secara ta'liq dan majzum mengenai hal ini,
dan Imam Abu Daud serta Ibnu Khuzaimah di dalam kitab sahihnya:
مِنْ رِوَايَةِ أَبِي الْقَاسِمِ الْحُسَيْنِيِّ بْنِ الْحَارِثِ
الْجَدَلِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ: أَقْبَلَ عَلَيْنَا
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَجْهِهِ فَقَالَ:
"أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ -ثَلَاثًا-وَاللَّهِ لتقيمُن صُفُوفَكُمْ أَوْ
ليخالفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ". قَالَ: فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ
يُلْزِق كَعْبَهُ بِكَعْبِ صَاحِبِهِ، وَرُكْبَتِهِ بِرُكْبَةِ صَاحِبِهِ،
ومَنْكبِه بِمَنْكِبِهِ.
melalui riwayat Abul Qasim Al-Husaini ibnul Haris Al-Jadali, dari
An-Nu'man ibnu Basyir yang menceritakan, "Rasulullah Saw. mengarahkan
wajahnya ke arah kami, lalu bersabda:'Luruskanlah saf kalian —sebanyak
tiga kali—. Demi Allah, kalian benar-benar meluruskan saf kalian atau
kelak Allah benar-benar akan memecah belah di antara hati kalian'."
An-Nu'man ibnu Basyir mengatakan, "Lalu aku melihat setiap orang
menempelkan mata kakinya dengan mata kaki teman yang ada di sampingnya,
lutut dengan lutut temannya, dan pundak dengan pundak temannya."
Lafaz hadis menurut apa yang ada pada Ibnu Khuzaimah.
Suatu hal yang tidak mungkin bila seseorang menempelkan mata kaki dengan
mata kaki temannya, melainkan jika yang dimaksud dengan mata kaki
adalah tulang yang menonjol pada bagian bawah betis, sehingga menjadi
lurus sejajar dengan mata kaki temannya.
Hal ini menunjukkan kebenaran dari apa yang telah kami katakan, yaitu
bahwa dua mata kaki adalah dua buah tulang yang menonjol pada
pergelangan betis dan telapak kaki, seperti halnya yang dikatakan oleh
Ahlus Sunnah (bukan kalangan Rafidah).
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ismail ibnu Musa, telah menceritakan kepada
kami Syarik, dari Yahya Al-Haris At-Taimi (yakni Al-Khabir). Dia
mengatakan bahwa dia melihat orang-orang yang gugur dari kalangan
pasukan Zaid, maka ia menjumpai mata kaki berada pada bagian punggung
telapak kaki. Hal ini merupakan hukuman yang ditimpakan kepada
orang-orang Syi'ah sesudah mereka terbunuh, sebagai pembalasan buat
mereka karena mereka menentang hal yang hak dan selalu menolak perkara
yang hak.
Firman Allah Swt.:
{وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ
مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً
فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ
مِنْهُ}
Dan jika kalian sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kalian tidak memperoleh
air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah muka
kalian dan tangan kalian dengan tanah itu. (Al-Maidah: 6)
Tetapi Imam Bukhari dalam bab ini telah meriwayatkan sebuah hadis khusus mengenai ayat yang mulia ini.
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ،
أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ، أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ
الْقَاسِمِ حَدَّثَهُ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ: سَقَطَتْ قِلَادَةٌ
لِي بِالْبَيْدَاءِ، وَنَحْنُ دَاخِلُونَ الْمَدِينَةَ، فَأَنَاخَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَزَلَ، فثَنَى رَأْسَهُ فِي
حِجْري رَاقِدًا، أَقْبَلَ أَبُو بَكْرٍ فلَكَزَني لَكْزَةً شَدِيدَةً،
وَقَالَ: حَبَسْت النَّاسَ فِي قِلَادَةٍ، فَبى الموتُ لِمَكَانِ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَقَدْ أَوْجَعَنِي، ثُمَّ
إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَيْقَظَ
وَحَضَرَتِ الصُّبْحُ، فَالْتَمَسَ الْمَاءَ فَلَمْ يوجَد، فَنَزَلَتْ:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ
فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ} هَذِهِ الْآيَةُ، فَقَالَ أسَيْد بْنُ الحُضَير
لَقَدْ بَارَكَ اللَّهُ لِلنَّاسِ فِيكُمْ يَا آلَ أَبِي بَكْرٍ، ما أنتم
إلا بركة لهم.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sulaiman,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku
Amr ibnul Haris bahwa Abdur Rahman ibnul Qasim pernah menceritakan
kepadanya, dari ayahnya, dari Siti Aisyah yang menceritakan, "Kalungku
terjatuh di padang pasir, saat itu kami telah berada di lingkungan kota
Madinah. Maka Rasulullah Saw. memberhentikan unta kendaraannya dan
turun. Lalu beliau merebahkan kepalanya di pangkuanku dan tidur.
Kemudian datanglah Abu Bakar dan memukulku dengan pukulan yang keras
seraya berkata, 'Kamulah yang menyebabkan orang-orang tertahan karena
kalung itu.’ Maka aku berharap untuk mati saat itu karena pukulannya
terasa sangat menyakitkan, tetapi aku ingat kepada Rasulullah Saw. yang
sedang tidur di pangkuanku. Tidak lama kemudian Nabi Saw. bangun, dan
waktu subuh masuk. Lalu beliau mencari air, tetapi tidak didapat Maka
turunlah firman-Nya: 'Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian
hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka kalian' (Al-Maidah: 6),
hingga akhir ayat." Maka Usaid ibnul Hudair berkata, "Sesungguhnya Allah
telah memberkati manusia melalui kalian, hai keluarga Abu Bakar.
Kalian tiada lain merupakan berkah bagi mereka."
Firman Allah Swt.
{مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ}
Allah tidak hendak menyulitkan kalian. (Al-Maidah: 6)
Karena itu, Dia memberikan kemudahan kepada kalian dan tidak
menyulitkan kalian, bahkan Dia membolehkan bertayamum bagi orang yang
sakit dan di saat air tidak ada, sebagai keluasan dan sebagai rahmat
untuk kalian dari-Nya. Dia menjadikan debu sebagai sarana bersuci untuk
menggantikan air bagi orang yang tayamum disyariatkan untuknya, kecuali
bila dipandang dari beberapa segi, seperti yang dijelaskan di dalam
kitab-kitab fiqih yang besar-besar.
Firman Allah Swt.:
{وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ}
tetapi Dia hendak membersihkan kalian dan menyempurnakan nikmat-Nya bagi kalian, supaya kalian bersyukur. (Al-Maidah: 6)
Yakni supaya kalian mensyukuri nikmat-nikmat-Nya atas kalian dalam
hal-hal yang telah disyariatkan-Nya bagi kalian; semuanya mengandung
keluasan, belas kasihan, rahmat, kemudahan, dan toleransi buat kalian.
Sunnah telah menganjurkan berdoa sesudah wudu sebagai ungkapan rasa
syukur karena Allah telah menjadikan pelakunya termasuk orang-orang yang
bersih, dan sebagai realisasi dari pengamalan ayat yang mulia ini.
Imam Ahmad dan Imam Muslim serta Ahlus Sunan telah meriwayatkan dari Uqbah ibnu Amir yang menceritakan,
كَانَتْ عَلَيْنَا رِعَايَةُ الْإِبِلِ، فَجَاءَتْ نَوْبَتي فَرَوَّحتها
بعَشِيّ، فَأَدْرَكْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَائِمًا يُحَدِّثُ النَّاسَ، فَأَدْرَكْتُ مِنْ قَوْلِهِ: "مَا مِنْ
مُسْلِمٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ وُضُوءه، ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّي
رَكْعَتَيْنِ مُقْبلا عَلَيْهِمَا بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ، إِلَّا وَجَبَتْ
لَهُ الْجَنَّةُ". قَالَ: قُلْتُ: مَا أَجُودُ هَذِهِ! فَإِذَا قَائِلٌ
بَيْنَ يَدَيَّ يَقُولُ: الَّتِي قَبْلَهَا أَجْوَدُ مِنْهَا. فَنَظَرْتُ
فَإِذَا عُمَرُ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَقَالَ: إِنِّي قَدْ رَأَيْتُكَ
جِئْتَ آنِفًا قَالَ: "مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُبْلِغَ
-أَوْ: فَيُسْبِغُ-الْوُضُوءَ، يَقُولُ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، إِلَّا فُتِحَتْ لَهُ
أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ، يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ".
"Dahulu kami mendapat tugas untuk menggembalakan ternak unta, maka
datanglah giliranku. Pada sore harinya ketika aku hendak mengandangkan
ternak unta, aku berjumpa dengan Rasulullah Saw. yang sedang berdiri
dan berbicara kepada orang-orang. Sabdanya yang sempat kudengar ialah:
"Tidak sekali-kali seorang muslim melakukan wudunya dengan baik,
kemudian salat dua rakaat dengan menghadapkan sepenuh hati dan dirinya
(kepada Allah) dalam dua rakaat itu, melainkan surga merupakan suatu
keharusan baginya.' Lalu aku berkata, 'Alangkah baiknya hadis ini.'
Tiba-tiba ada seorang yang ada di hadapanku berkata, 'Hadis sebelumnya
jauh lebih baik daripada yang ini.' Ketika kulihat dia, ternyata dia
adalah Umar r.a. Maka Umar r.a. mengatakan bahwa dia telah melihat
kedatanganku tadi, lalu dia menceritakan hadis yang dimaksud, yaitu:
'Tidak sekali-kali seseorang di antara kalian melakukan wudu, lalu ia
melakukannya dengan penuh kesungguhan atau dengan sempurna, kemudian
mengucapkan doa berikut: Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah
dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya; melainkan dibukakan baginya
semua pintu surga yang delapan, dia boleh memasukinya dari pintu mana
pun yang disukainya'." Demikianlah menurut lafaz Imam Muslim.
قَالَ مَالِكٌ: عَنْ سُهَيل بْنِ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: "إِذَا توَضّأ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ -أَوِ: الْمُؤْمِنُ-فَغَسَلَ
وَجْهَهُ، خَرَجَ مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ نَظَرَ إِلَيْهَا
بِعَيْنَيْهِ مَعَ الْمَاءِ -أَوْ: مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ-فَإِذَا
غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَ مِنْ يَدَيْهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ بِطَشَتْهَا يَدَاهُ
مَعَ الْمَاءِ -أَوْ: مَعَ آخِرِ قطْر الْمَاءِ-فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ
خَرَجَتْ كُلُّ خَطِيئَةٍ مَشَتْهَا رِجْلَاهُ مَعَ الْمَاءِ -أَوْ: مَعَ
آخِرِ قطْر الْمَاءِ-حَتَّى يَخْرُجَ نَقِيًّا مِنَ الذُّنُوبِ".
Malik meriwayatkan dari Suhail ibnu Abu Saleh, dari ayahnya, dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Apabila seorang hamba
muslim atau mukmin melakukan wudu, lalu ia membasuh wajahnya, maka
keluarlah dari wajahnya semua dosa yang diakibatkan dari pandangan
kedua matanya bersamaan dengan air, atau bersamaan dengan tetesan
terakhir dari airnya. Dan apabila ia membasuh kedua tangannya, maka
keluarlah dari kedua tangannya semua dosa yang telah dilakukan oleh
kedua tangannya bersamaan dengan air atau bersamaan dengan tetesan
terakhir airnya. Dan apabila ia membasuh kedua kakinya, maka keluarlah
semua dosa yang dijalani oleh kedua kakinya bersamaan dengan air atau
bersamaan dengan tetesan terakhir airnya, hingga ia selesai dari wudunya
dalam keadaan bersih dari semua dosa.
Imam Muslim meriwayatkannya dari Abut Tahir, dari Ibnu Wahb, dari Malik dengan lafaz yang sama.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ
بْنُ هِشَامٍ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي
الْجَعْدِ، عَنْ كَعْبِ بْنِ مُرَّة قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مِنْ رَجُلٍ يَتَوَضَّأُ فَيَغْسِلُ
يَدَيْهِ -أَوْ: ذِرَاعَيْهِ-إِلَّا خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْهُمَا،
فَإِذَا غَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مَنْ وَجْهِهِ، فَإِذَا
مَسَحَ رَأْسَهُ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ رَأَسِهِ، فَإِذَا غَسَلَ
رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ رِجْلَيْهِ"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah
menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Hisyam, dari Sufyan, dari
Mansur, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ka'b ibnu Murrah yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tidak sekali-kali
seorang lelaki melakukan wudu, lalu ia membasuh kedua tangan atau kedua
lengannya, melainkan keluarlah semua dosa dari kedua tangannya. Dan
apabila ia membasuh wajahnya, maka keluarlah semua dosanya dari
wajahnya. Dan apabila ia menyapu (mengusap) kepalanya, maka keluarlah
semua dosanya dari kepalanya. Dan apabila ia membasuh kedua kakinya,
maka keluarlah semua dosanya dari kedua kakinya.
Demikianlah menurut lafaz yang ada pada Ibnu Jarir.
وَقَدْ رَوَاهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جَعْفَرٍ، عَنْ
شُعْبَةَ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ سَالِمٍ، عَنْ مُرَّةَ بْنِ كَعْبٍ، أَوْ
كَعْبِ بْنِ مُرَّةَ السُّلَمِيِّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "وَإِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ فَغَسَلَ
يَدَيْهِ، خَرَجَتْخَطَايَاهُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ، وَإِذَا غَسَلَ
وَجْهَهُ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ وَجْهِهِ، وَإِذَا غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ
خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ ذِرَاعَيْهِ، وَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ
خَرَجَتْخَطَايَاهُ مِنْ رِجْلَيْهِ". قَالَ شُعْبَةُ: وَلَمْ يَذْكُرْ
مَسْحَ الرَّأْسِ.
Imam Ahmad meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Ja'far, dari Syu'bah,
dari Mansur, dari Salim, dari Murrah ibnu Ka'b atau Ka'b ibnu Murrah
As-Sulami, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:Apabila seorang hamba
berwudu, lalu membasuh kedua tangannya, maka keluarlah semua dosanya
dari celah-celah tangannya. Dan apabila ia membasuh wajahnya, maka
keluarlah semua dosanya dari wajahnya. Dan apabila ia membasuh kedua
lengannya, maka berguguranlah semua dosanya dari kedua lengannya. Dan
apabila ia membasuh kedua kakinya, maka berguguranlah semua dosanya dari
kedua kakinya. Syu'bah mengatakan bahwa dalam riwayat ini tidak
disebutkan mengusap kepala.
Sanad hadis ini berpredikat sahih.
وَرَوَى ابْنُ جَرِيرٍ مِنْ طَرِيقِ شَمِر بْنِ عَطِيَّةَ، عَنْ شَهْر بْنِ
حَوْشَب، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ، ثُمَّ
قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ، خَرَجَتْ ذُنُوبُهُ مِنْ سَمْعِهِ وَبَصَرِهِ
وَيَدَيْهِ وَرِجْلَيْهِ".
Ibnu Jarir meriwayatkan melalui jalur Syamr ibnu Atiyyah, dari Syahr
ibnu Hausyab, dari Abu Umamah, bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda:Barang siapa yang berwudu dan melakukan wudunya dengan baik,
kemudian berdiri untuk mengerjakan salat, maka keluarlah semua dosanya
dari telinganya, kedua tangannya, dan kedua kakinya.
وَرَوَى مُسْلِمٌ فِي صَحِيحِهِ، مِنْ حَدِيثِ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ،
عَنْ زَيْدِ بْنِ سَلَّامٍ، عَنْ جَدِّهِ مَمْطُورٍ، عَنِ أَبِي مَالِكٍ
الْأَشْعَرِيِّ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: "الطَّهور شَطْر الْإِيمَانِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلَأُ
الْمِيزَانَ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلَآنِ مَا
بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، وَالصَّلَاةُ نُورٌ، وَالصَّدَقَةُ بُرهان،
وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ، وَالْقُرْآنُ حُجَّة لَكَ أَوْ عَلَيْكَ، كُلُّ
النَّاسِ يَغْدُو، فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمعتِقهَا، أَوْ مُوبِقُهَا".
Imam Muslim meriwayatkannya di dalam kitab sahihnya melalui hadis Yahya
ibnu Abu Kasir, dari Zaid ibnu Salam, dari kakeknya (yaitu Mamtur),
dari Abu Malik Al-Asy'ari. bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
Bersuci adalah sebagian dari iman, bacaan hamdalah memenuhi timbangan
amal (kebaikan), bacaan Subhanallah dan Allahu Akbar memenuhi apa yang
ada antara langit dan bumi, puasa adalah tameng, sabar adalah cahaya,
zakat adalah bukti, dan Al-Qur'an itu adalah hujah bagimu atau hujah
yang berbalik terhadap dirimu. Semua orang mengarah kepada menjual
dirinya, maka memerdekakannya atau membinasakannya.
وَفِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ، مِنْ رِوَايَةِ سِمَاك بْنِ حَرْب، عَنْ مُصْعب
بْنِ سَعْدٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله
عليه وسلم: "لا يَقْبَلُ اللَّهُ صَدَقَةً مِنْ غُلُول، وَلَا صَلَاةً
بِغَيْرِ طُهُورٍ".
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui riwayat Sammak ibnu Harb,
dari Mus'ab ibnu Sa'd, dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda: Allah tidak mau menerima sedekah (zakat)
dari hasil korupsi, dan tidak (pula) mau menerima salat tanpa bersuci
(wudu).
وَقَالَ أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ
قَتَادَةَ، سَمِعْتُ أَبَا المَلِيح الهُذَلي يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيهِ
قَالَ: كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
بَيْتٍ، فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: "إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبَلُ صَلَاةً مِنْ
غَيْرِ طُهُورٍ، وَلَا صَدَقَةً مِنْ غُلُول".
Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah,
dari Qatadah; ia pernah mendengar Abul Malih Al-Huzali menceritakan
hadis dari ayahnya, bahwa ayahnya pernah bersama Rasulullah Saw. di
suatu rumah, lalu mendengar Rasulullah Saw. bersabda:Sesungguhnya Allah
tidak mau menerima salat tanpa bersuci. dan tidak (pula) mau menerima
sedekah (zakat) dari hasil korupsi.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, Imam Nasai, dan Ibnu Majah melalui hadis Syu'bah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar