Umat Islam diseluruh dunia meyakini bahwa Quran itu firman Allah.Artinya
apa yang dikatakan Allah dalam Quran dipastikan benar.Tuhan memberi
tahu kepada kita bagaimana cara kita mengenalnya dengan diutusnya
nabi.Sebab akal manusia tidak akan sampai untuk mengenal siapa
Tuhannya,oleh karena itu Tuhan memberi petunjuk.Petunjuk jalan yang
lurus agar dapat mengenalnya.Dalam memahami petunjuknya berupa
firmanNya,terdapat keterbatasan diri kita,sehingga firman Tuhan yang
sudah pasti benar,bisa saja menjadi salah dengan pemahaman kita.
Karena apa yang dimaksud baik-salah itu adalah menurut Tuhan. Standar
baik-buruk itu tentu saja sudah ditentukan oleh Tuhan.Bahkan kata
baik-buruk itu ada karena adanya agama. Artinya apa?
Jika kita menilai sesuatu itu baik-buruk tentu saja berdasarkan kepada
ajaran agama.Karena tidak logis jika kita menilai sesuatu itu baik/buruk
hanya berdasarkan pemikiran sendiri,karena premis baik atau tidak baik
itu muncul dari adanya Tuhan.Tuhanyang menentukan standar ini baik dan
ini buruk.Sangat tidak rasional jika hanya menentukan baik/buruk hanya
menurut kita karena premis yang digunakan kita ketahui dari
Tuhan,sehingga dalam memahami ayat yang diturunkan Tuhan (Kauliah) atau
ketetapan yang terjadi di bumi secara logis dapat kita katakan bahwa
Allahlah yang mengetahui sesuatu itu baik atau tidak.
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman;
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ
وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ
مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (26)
Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki
yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula); dan wanita-wanita
yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik
adalah untuk wanita-wanita yang baik(pula). Mereka (yang dituduh) itu
bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu).Bagi
mereka ampunan dan rezeki yang mulia(surga). (QS An-Nur; 26)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa perkataan yang keji hanyalah pantas
dilemparkan kepada lelaki yang berwatak keji, dan laki-laki yang keji
hanyalah pantas menjadi bahan pembicaraan perkataan yang keji. Perkataan
yang baik-baik hanyalah pantas ditujukan kepada lelaki yang baik-baik,
dan lelaki yang baik-baik hanyalah pantas menjadi bahan pembicaraan
perkataan yang baik-baik. Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini
diturunkan berkenaan dengan Siti Aisyah dan para penyebar berita bohong.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ata, Sa'id ibnu Jubair,
Asy-Syabi, Al-Hasan Al-Basri, Habib ibnu Abu Sabit, dan Ad-Dahhak. Ibnu
Jarir memilih pendapat ini dan memberikan komentarnya, bahwa perkataan
yang keji pantas bila ditujukan kepada orang yang berwatak keji, dan
perkataan yang baik pantas bila ditujukan kepada orang yang baik. Dan
apa yang dikatakan oleh para penyebar berita dusta terhadap diri Siti
Aisyah, sebenarnya merekalah yang lebih utama menyandang predikat itu.
Siti Aisyah lebih utama beroleh predikat bersih dan suci daripada diri
mereka. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ}
Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh para penuduhnya. (An-Nur: 26)
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna
ayat ini bahwa orang-orang yang keji dari kalangan kaum wanita adalah
untuk orang-orang yang keji dari kalangan kaum pria. Dan orang-orang
yang keji dari kalangan kaum pria adalah untuk orang-orang yang keji
dari kalangan kaum wanita. Orang-orang yang baik dari kalangan kaum
wanita adalah untuk orang-orang yang baik dari kalangan kaum pria. Dan
orang-orang yang baik dari kalangan kaum pria adalah untuk orang-orang
yang baik dari kalangan kaum wanita.
Takwil inipun senada dengan apa yang telah dikatakan oleh para ulama di
atas sebagai suatu kepastian. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa
tidaklah Allah menjadikan Aisyah r.a. sebagai istri Nabi Saw. melainkan
karena dia adalah wanita yang baik, sebab Rasulullah Saw. adalah manusia
yang terbaik di antara yang baik. Seandainya Aisyah adalah seorang
wanita yang keji tentulah tidak pantas, baik menurut penilaian syari'at
maupun penilaian martabat, bila ia menjadi istri Rasulullah Saw. Karena
itu Allah Swt. berfirman dalam penghujung ayat ini:
{أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ}
mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka yang melancarkan tuduhan (an-Nur: 26)
Maksudnya, mereka jauh sekali dari apa yang dituduhkan oleh para penyiar berita bohong dan musuh-musuhnya.
{لَهُمْ مَغْفِرَةٌ}
Bagi mereka ampunan. (An-Nur: 26)
Disebabkan kedustaan yang dilemparkan terhadap diri mereka (yang hal itu mencuci dosa mereka).
{وَرِزْقٌ كَرِيمٌ}
dan rezeki yang mulia. (An-Nur; 26)
Yakni di sisi Allah yaitu surga yang penuh dengan kenikmatan. Di dalam
makna ayat ini terkandung suatu janji yang menyatakan bahwa istri
Rasulullah Saw. pasti masuk surga.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Muslim, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan
kepada kami Abdus Salam ibnu Harb, dari Yazid ibnu Abdur Rahman, dari
Al-Hakam berikut sanadnya sampai kepada Yahya ibnul Jazzar yang
mengatakan bahwa Asir ibnu Jabir datang kepada Abdullah, lalu berkata,
"Sesungguhnya saya telah mendengar Al-Walid ibnu Uqbah pada hari ini
mengatakan suatu pembicaraan yang mengagumkan saya." Maka Abdullah
menjawab, "Sesungguhnya seorang lelaki mukmin di dalam kalbunya terbetik
kalimat yang baik hingga meresap ke dalam hatinya sampai dalam, hingga
manakala dia mengucapkannya dan memperdengarkannya kepada orang lain
yang ada di hadapannya, maka lelaki itu akan mendengarkannya dan
meresapkannya di dalam hatinya. Sesungguhnya seseorang yang durhaka yang
di dalam hatinya terbetik perkataan yang kotor hingga meresap ke dalam
relung hatinya, hingga manakala dia mengutarakannya dan
memperdengarkannya kepada orang lain yang ada di hadapannya, maka orang
itu akan mendengarkannya dan meresapinya di dalam hatinya." Kemudian
Abdullah membaca firman-Nya: Perkataan-perkataan yang keji hanyalah
untuk orang-orang yang keji, dan orang-orang yang keji hanyalah untuk
perkataan-perkataan yang keji; dan perkataan-perkataan yang baik-baik
hanyalah untuk orang-orang yang baik-baik, dan orang-orang yang
baik-baik hanyalah untuk perkataan-perkataan yang baik-baik (pula).
(An-Nur: 26)
(Terjemahan ini berdasarkan tafsir yang dimaksudkan oleh sahabat Ibnu Ma'sud r.a.).
Pengertian ini mirip dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya secara marfu', yaitu:
"مِثْلَ الَّذِي يَسْمَعُ الْحِكْمَةَ ثُمَّ لَا يُحدِّث إِلَّا بشرِّ مَا
سَمِعَ، كَمَثَلِ رَجُلٍ جَاءَ إِلَى صَاحِبِ غَنَمٍ، فَقَالَ: أجْزِرني
شَاةً. فَقَالَ: اذْهَبْ فَخُذ بأذُن أَيِّهَا شئتَ. فَذَهَبَ فَأَخَذَ
بِأُذُنِ كَلْب الْغَنَمِ"
Perumpamaan orang yang mendengar kalimat yang bijak, kemudian ia tidak
menceritakannya melainkan kebalikan dari apa yang ia dengar, sama dengan
seorang lelaki yang datang kepada pemilik ternak kambing, lalu ia
berkata, "Sembelihkanlah seekor kambing untukku.” Lalu dijawab,
"Pilihlah sendiri dan peganglah telinga kambing mana yang kamu sukai.”
Kemudian ia memilih dan memegang telinga anjing (penjaga)ternak
kambingnya.
Di dalam hadis lain disebutkan:
"الْحِكْمَةُ ضَالَّةُ الْمُؤْمِنِ حَيْثُ وَجَدَهَا أَخَذَهَا"
Hikmah adalah sesuatu yang dicari oleh orang mukmin; di mana pun ia menjumpainya, maka dia boleh mengambilnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar